Senin, 13 Juni 2011


AQ KANGEEEEEEEEEEEEEEEEEENNN KAMU NDUTTTTTTT....

PROFESI PLS SEBAGAI PAMONG BELAJAR

TUGAS
PROFESI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
TENTANG
PROFESI PLS SEBAGAI PAMONG BELAJAR



OLEH:
KELOMPOK 5
SHERLY 01286/2008
WIDIA GENI 01282/2008
LILI DASA PUTRI 01283 /2008
YEYEN SELVIA 012 /2008



JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
PROFESI PLS SEBAGAI PAMONG BELAJAR
A. PENGERTIAN
Pamong belajar adalah pendidik professional dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model pendidikan nonformal informal
Pamong belajar (pasal 1) adalah Pegawai yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga.

B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pamong belajar terdiri atas (pasal 4):
1. Pendidikan, meliputi:
a. Pendidikan sekolah dengan memperoleh ijazah/gelar
b. Pendidikan dan pelatihan fungsional dengan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPL)
2. Pengembangan model, meliputi:
a. Identifikasi kebutuhan belajar wilayah
b. Perancangan model
c. Uji coba model
d. Penyusunan master model
e. Pembakuan model
3. Kegiatan belajar mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan, meliputi:
a. Persiapan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
c. Pemantauan kegiatan belajar mengajar
d. Penilaian kegiatan belajar mengajar
4. Penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program, meliputi:
a. Persiapan pelaksanaan penilaian
b. Penilaian
c. Pengolahan hasil penilaian
d. Pelaporan hasil penilaian
5. Pengembangan profesi
a. Pelaksanaan kegiatan karya tulis/karya ilmiah dibidang pendidikan
b. Penemuan teknologi tepat guna dibidang pendidikan
c. Pembuatan alat peraga/alat bimbingan /alat latihan
d. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kurikulum
6. Penunjang pengembangan model, kegiatan belajar mengajar dan penilaian, meliputi:
a. Pelaksanaan pengabdian pada masyarakat
b. Pelaksanaan kegiatan pendukung pendidikan

C. KOMPETENSI PROFESI
1. Pamong BP-PNFI
a) Kompetensi Generik
 Kompetensi Pedagogi
1. Memahami karakteristik, kebutuhan dan perkembangan warga belajar
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran pedagogi dan andragogi
3. Mengelola program pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan
4. Menguasai strategi pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan

 Kompetensi Kepribadian
1. Berakhlak mulia dan menjadi panutan bagi warga belajar dan masyarakat
2. Menampilkan sikap terbuka, akrab, empati dan simpati terhadap warga belajar dan masyarakat
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab, percaya diri dan bangga terhadap profesi

 Kompetensi Sosial
1. Memahami warga belajar sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat secara tidak terpisahkan
2. Membina kemitraan dalam mendukung program pendidikan nonformal
3. Melakukan komunikasi secara efektif, empatik dan santun
4. Berpartisipasi dan berperan aktif pada penyelenggaraan pendidikan nonformal
5. Memahami, mengakui dan menghargai budaya masyarakat setempat

b) Kompetensi Spesifik
 Kompetensi Professional
1. Memahami kebutuhan warga belajar, sumber belajar dan permasalahan warga belajar dan lingkungannya
2. Menguasai konsep keilmuan yang relevan untuk pengembangan program (kurikulum) pembelajaran, pembimbingan atau pelatihan
3. Menguasai pengetahuan dan keterampilan fungsional
4. Menguasai kelembagaan, ketenagaan, sistem, satuan dan jenis pendidikan nonformal
5. Mengembangkan kegiatan saling membimbing dan saling belajar
6. Memberikan pertimbangan akademik untuk meningkatkan kualitas program pembelajaran, pembimbingan atau pelatihan
7. Menguasai teknologi informasi dan komunikasi sebagai teknologi terapan
8. Menguasai prinsip-prinsip, metode dan teknik penelitian
9. Memiliki kemampuan manajerial tentang kelembagaan dan pengembangan program
10. Mengembangkan model program, pembelajaran, pembimbingan, dan pelatihan
11. Mengembangkan model sumber belajar, peningkatan mutu, pelatihan calon pelatih
12. Mendifusikan hasil pengembangan model program, pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan

2. Pamong Belajar BPKB
a) Kompetensi Generik
 Kompetensi Pedagogik
1. Memahami karakteristik, kebutuhan dan perkembangan warga belajar
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran pedagogi dan andragogi
3. Mengelola program pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan
4. Menguasai strategi pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan
 Kompetensi Kepribadian
1. Berakhlak mulia dan menjadi panutan bagi warga belajar dan masyarakat
2. Menampilkan sikap terbuka, akrab, empati dan simpati terhadap warga belajar dan masyarakat
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab, percaya diri dan bangga terhadap profesi

 Kompetensi Sosial
1. Memahami warga belajar sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat secara tidak terpisahkan
2. Membina kemitraan dalam mendukung program pendidikan nonformal
3. Memahami, mengakui dan menghargai budaya masyarakat setempat




c) Kompetensi Spesifik
 Kompetensi Professional
1. Mengidentifikasi kebutuhan warga belajar, sumber belajar dan permasalahan warga belajar dan lingkungannya
2. Menguasai konsep keilmuan yang relevan untuk pengembangan program (kurikulum) pembelajaran, pembimbingan atau pelatihan
3. Menguasai pengetahuan dan keterampilan fungsional
4. Menguasai kelembagaan, ketenagaan, sistem, satuan dan jenis pendidikan nonformal
5. Mengembangkan kegiatan saling membimbing dan saling belajar
6. Memberikan pertimbangan akademik untuk meningkatkan kualitas program pembelajaran, pembimbingan atau pelatihan
7. Menguasai teknologi informasi dan komunikasi sebagai teknologi terapan
8. Menguasai prinsip-prinsip, metode dan teknik penelitian
9. Memiliki kemampuan manajerial tentang kelembagaan dan pengembangan program
10. Mengembangkan model program, pembelajaran, pembimbingan, dan pelatihan
11. Mengembangkan model sumber belajar, peningkatan mutu, pelatihan calon pelatih
12. Mendifusikan hasil pengembangan model program, pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan

3. Pamong Belajar SKB
b) Kompetensi Generik
 Kompetensi Pedagogik
1. Memahami karakteristik, kebutuhan dan perkembangan warga belajar
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran pedagogi dan andragogi
3. Mengelola program pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan
4. Menguasai strategi pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan
 Kompetensi Kepribadian
1. Berakhlak mulia dan menjadi panutan bagi warga belajar dan masyarakat
2. Menampilkan sikap terbuka, akrab, empati dan simpati terhadap warga belajar dan masyarakat
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab, percaya diri dan bangga terhadap profesi

 Kompetensi Sosial
1. Memahami warga belajar sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat secara tidak terpisahkan
2. Membina kemitraan dalam mendukung program pendidikan nonformal
3. Melakukan komunikasi secara efektif, empatik dan santun
4. Berpartisipasi dan berperan aktif pada penyelenggaraan pendidikan nonformal
5. Memahami, mengakui dan menghargai budaya masyarakat setempat

d) Kompetensi Spesifik
 Kompetensi Professional
1. Mengidentifikasi kebutuhan warga belajar, sumber belajar dan permasalahan warga belajar dan lingkungannya
2. Menguasai konsep keilmuan yang relevan untuk pengembangan program (kurikulum) pembelajaran, pembimbingan atau pelatihan
3. Menguasai pengetahuan dan keterampilan fungsional
4. Menguasai kelembagaan, ketenagaan, sistem, satuan dan jenis pendidikan nonformal
5. Mengembangkan kegiatan saling membimbing dan saling belajar
6. Memberikan pertimbangan akademik untuk meningkatkan kualitas program pembelajaran, pembimbingan atau pelatihan
7. Menguasai teknologi informasi dan komunikasi sebagai teknologi terapan
8. Menguasai prinsip-prinsip, metode dan teknik penelitian
9. Memiliki kemampuan manajerial tentang kelembagaan dan pengembangan program
10. Mengembangkan model pembelajaran, pembimbingan, pendampingan dan pelatihan
11. Mengimplementasikan model program, peningkatan mutu, pembelajaran, bimbingan atau pelatihan yang dikembangkan oleh BP-PNFI/BPKB
12. Melakukan pendampingan pelaksanaan program dan pembelajaran.

D. BIDANG KERJA
Tugas pokok pamong belajar adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji program dan mengembangkan model dibidang PNFI dengan rincian kegiatan:
1. Kegiatan belajar mengajar, meliputi:
a. Merencanakan pembelajaran/ pelatihan/ pembimbingan
b. Melaksanakan pembelajaran/ pelatihan/ pembimbingan
c. Menilai hasil pembelajaran/ pelatihan/ pembimbingan
2. Kegiatan pengkajian program PNFI, meliputi:
a. Mempersiapkan pengkajian program
b. Melaksanakan pengkajian program
3. Kegiatan pengembangan model, meliputi:
a. Menyusun rancangan pengembangan
b. Melaksanakan pengembangan.

E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a) Pamong belajar adalah pendidik professional dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model pendidikan nonformal informal
b) Tugas pamong adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji program dan mengembangkan model dibidang PNFI

2. Saran
Peningkatan kualitas pamong belajar harus selalu dilakukan mengingat bidang kerja pamong belajar yang luas sehingga perbaikan mutu pendidikan nonformal dan informal berjalan efektif.

LAPORAN BUKU PLS

LAPORAN BUKU
BUKU PENDIDIKAN BERBASIS NILAI KEMASYARAKATAN
Karangan : Drs. H. Abdul Latif, M.Pd
Penerbit : PT Refika Aditama, Bandung






OLEH
S H E R L Y
01286/2008









JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

Alexis Carel menyatakan:
“Ilmu pengetahuan yang telah mengubah dunia materi, memberi manusia kekuatan untuk mentransformasikan dirinya. Ilmu pengetahuan telah menyikapkan beberapa mekanisme rahasia hidup manusia dan telah pula memperlihatkan kepada manusia bagaimana cara mengubah gerak mekanisme itu, cara mencetak tubuh dan jiwanya menurut pola-pola terlahir dari keinginan-keinginannya. Untuk pertama kali dalam sejarah, umat manusia dengan bantuan ilmu pengetahuan telah menjadi pengatur nasibnya sendiri.
Pada dasarnya pendidikan secara umum memiliki tugas suci dan mulia, yaitu memberdayakan umat manusia sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya secara penuh dalam kehidupan didunia dan akhirat. Pendidikan memegang tugas mengtranspormasikan individu-individu menjadi manusia sejati, yakni manusia sempurna yang mampu menggali kecerdasan-kecerdasannya untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah hidupnya. Kecerdasan disini mengasumsikan berbagai jenis kecerdasan yang diperlukan manusia sebagai mahkluk yang berjiwa yang berbeda dengan mahkluk lainnya.
Pendidikan sebagai mesin yang memproduksi pengetahuan akan menguji kembali epistomologi pengetahuan itu sendiri dalam ranah teoritis yang bersifat kognitif dan juga aksionoligi nilai yang diaplikasikan dalam perilaku actual dalam ranah praktis yang bersifat akfektif. Dalam hal ini, pengetahuan-pengetahuan yang sarat dengan nilai-nilai normative perlu mendapatkan telaah yang subtansial dan komprehensif.








BAB II
PENDIDIKAN

A. Pengertian Pendidikan
Dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Philip H. Phenix ketika mendefenisikan pendidikan secara umum, yaitu sebagai suatu process of engendering essential meanings, proses pemunculan makna-makna yang essensial. Enam pola makna yang essensial dapat dimunculkan melalui analisis kemungkinan cara-cara pemahaman manusia yang berbeda-beda. Enam pola makna yang dimaksud olehnya adalah simbolik, empiric, sinoetik, etik dan sinoptik, yang masing-masing memiliki bidang-bidang tersendiri.
H. A. R Tilaar ketika mendefenisikan pendidikan sevagai suatu proses menumbuhkembangkan peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi local, nasional dan global.

B. Tujuan Pendidikan
BAB II Pasal 3 UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan menurut Phenix yakni, manusia utuh yang memiliki keterampilan dalam mempergunakan symbol-simbol, ujaran dan isyarat, serta menciptakan dan mengapresiasikan objek-objek estetik yang bermakna, diberkahi dengan kekayaan serta disiplin kehidupan dalam kaitan dengan dirinya dan orang lain, dapat mengambil keputusan secara bijaksana dan mempertimbangkan kebenaran serta kesalahan, dan memiliki pandangan yang integral.
Syed M Naquib Al-attas menandaskan bahwa tujuan pendidikan adalah menanamkan kebaikan ataupun keadilan dalam diri manusia sebagai seorang manusia dan individu bukan hanya sebagai seorang warga Negara ataupun anggota masyarakat.


























BAB III
LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN

A. Keluarga
Istilah keluarga dalam Sosiologi menjadi salah satu bagian ikon yang mendapat perhatian khusus. Keluarga dianggap penting sebagai bagian dari mayarakat secara umum. Individu terbentuk karena adanya keluarga dan dari keluarga pada akhirnya akan membentuk masyarakat.
Fungsi keluarga menurut Abdul Latief adalah
1. Fungsi pengaturan seksual
2. Fungsi reproduksi
3. Fungsi sosialisasi
4. Fungsi afeksi
5. Fungsi penentuan status
6. Fungsi perlindungan
7. Fungsi ekonomis

Subino hadisubroto mengatakan bahwa keluarga hendaknya menjadi tempat tinggal yang membetahkan, menjadi tempat berbagi rasa dan fikiran, menjadi tempat mencurahkan suka dan duka, tidak menjadi tempat bergantung bagi anak-anak akan tetapi sebagai tempat berlatih mandiri, tidak menjadi tempat menuntut hak, menjadikan tempat menumbuhkan kehidupan religius, dan akhirnya menjadi tempat yang aman karena aturan main antaranggota ditegakkan.

B. Sekolah
Sekolah dianggap sebagai sebuah sistem yang secara khusus terkait dengann proses belajar mengajar atau proses pendidikan. Sistem disini diartikan seperti dinyatakan McAshan dan Emmegart secara beruruutan yang dikutip Made Pidarta sebagai strategi menyeluruh atau rencana yang terdiri dari seperangkat unsur yang harmonis, yang merepresentasikan kesatuan unit dimana masing-masing unsure mempunyai tujuan sendiri yang semua berkaitan dalam bentuk yang logis.
Definisi yang keduanya adalah bahwa sisitem dianggap sebagai suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian tersebut berhubungan sat sama lain, serta peduli terhadap kontek lingkungannya.
Menurut Nikell dan Dorsey sebab pemindahan penyelenggaraan pendidikan dari keluarga kesekolah adalah:
1. Berpencarnya anggota keluarga ke tempat tugas dan kerja masinng-masing setiap hari membawa dampak berkurangnya waktu mengalami kebersamaan dalam berbagai segi kehidupan.
2. Dampak dari industrilialisasi diantaranya adalah terbukanya spesialisasi-spesialisasi yang sangat luas yang menuntut tenaga ahli yang professional untuk mengisi lowongan yang dibutuhkan.
3. Karena industrilialisasi maka fungsi keluarga yang semula sebagai produsen berubah menjadi konsumen dan pembeli.

C. Masyarakat
Abdul Latif mengartikan masyarakat sebagai sekumpulan orang yang hidup di satu wilayah yang memiliki aturan dan norma yang mengatur hubungan satu sama lain. Timbulnya sekolah masyarakat berangkat dari, pertama kenyataan sekolah tidak memadai untuk menampung semua anggota masyarakat yang berkeinginan terlibat dalam proses belajar mengajar. Kedua, adanya gejala disorientasi lembaga pendidikan dalam konteks social.
Pendidikan masyarakat dalam kasus Indonesia-dalam tahapan awalnya memiliki cirri khas yang umumnya ada pada Negara-negara yang mengalami penjajahan. Dalam kasus Indonesia, menurut Djudju Sudjana ketika cenderung melihat pendidikan masyarakat dalam tiga sudut pandang, yakni pendidikan masyarakat sebagai gerakan, pendidikan masyarakat sebagai institusi, dan pendidikan masyarakat sebagai sistem.





BAB IV
HAKIKAT MANUSIA

A. Hakekat Manusia dalam Perspektif Pendidikan
 Empirisme
Teori ini mengembangkan bahwa perkembangan potensi anak tergantung pada lingkungannya, sedangkan pembawaan tidak dianggap penting. Penyataan Jhon Locke (1704-1932) bahwa seorang anak lahir ke dunia dalam bagaikan kertas putih yang bersih. Implikasinya, lingkungan yang dalam hal ini bisa berbentuk keluarga, sekolah atau masyarakat akan menentukan pola-pola mengenai cara pandang tertentu yang ditransfer melalui pendidikan.
 Nativisme
Schopenhaur (1788-1860) menyatakan bahwa bayi lahir sudah dengan pembawaan baik dan buruk. Dengan demikian, keberhasilan berasal dari diri sendiri, berupa kemauan dan kecerdasan. Implikasinya bahwa lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat tidak memiliki peran menentukan dalam karakteristik manusia.
 Naturalisme
J.J Rosseau (1712-1778) menyatakan bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik ini akan rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan.
 Konvergensi
Willian Stern (1871-1939) yang menyatakan bahwa anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan yang baik dan buruk, dan dalam proses perkembangannya faktor pembawaan dan faktoe lingkungan mempunyai peran yang sangat penting.

B. Hakekat Manusia dalam Perspektif Psikologi
 Psikoanalisa
Aliran ini berasumsi bahwa manusia terdiri dari tiga sistem yaitu; Id (dorongan-dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan) dan Superego (kesadaran normatif). Ketiga komponen ini berinteraksi satu dengan yang lain dan menjalankan fungsi sesuai dengan mekanismenya masing-masing. Selain itu, manusai juga mempunyai tiga strata kesadaran; alam sadar, alam prasadar dan alam tidak sadar.
 Behaviorisme
Aliran ini beranggapan bahwa manusia tidak memiliki pembawaan apapun. Manusia berkembang sesuai dengan stimulasi yang diterimanya dari lingkungan.
 Humanistic
Menurut aliran ini manusia memiliki potensi-potensi baik. Kualitas-kualitas insan tersebut adalah sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia secara alamiah melekat pada eksistensi manusia, seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan berkehendak, tanggung jawab, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan pribadi, humor, sikap dan estetika.
 Transpersonal
Merupakan pengembangan dari aliran humanistic. Psikologi transpersonal menitikberatkan pada dua unsure penting manusia yakni; potensi-potensi luhur dan fenomena kesadaran.

C. Hakekat Manusia dalam Perspektif Sosiologi
1. Sekitar Pendapat Para Ahli
a) Aristoteles
Berpendapat bahwa manusia adalah zoon politikon artinya makhluk social yang hanya menyukai hidup berkelompok.
b) Bouman
Pendapatnya mendasarkan pada penyelidikan para ahli ilmu jiwa yang menyatakan bahwa setiap diri manusia itu terdapat hasrat-hasrat atau kecenderungan naluri, seperti kecenderungan social dna rasa ingin dihargai.
c) Elwood
Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk biologis, dimana didalam dirinya unsure-unsur keharusan
Emile Durkheim memusatkan perhatian pada sifat solidaritas social, yakni sesuatu yang mempersatukan masyarakat sehingga tidak bercerai berai. Menurutnya bentuk solidaritas dalam masyarakat khususnya modern telah berubah dari mekanis menjadi organis.
Karl Mars menyatakan bahwa kesadaran manusia tidak menentukan keberadaannya, tapi sebaliknya, keberadaan social menentukan kesadarannya. Selanjutnya pandangan Karl Mars dikenal dengan matrelialisme dialektis, yakni manusia terus menerus berinteraksi dengan dunia materi. Individu mengubah, dan bahkan juga diubah oleh dunianya, sehingga kebenaran diungkapkan melalui praktis atau tindakan politik diuji.
Dalam pandangan George Herbert Mead individu menjadi individu hanya melalui aktifitas social. Diri bukan merupakan produk suatu struktur kepribadian yang mendasar yang akan tetap lestari seandainya dia sejak lahir ditinggalkan disebuah pulau tanpa penduduk. Sebaliknya, diri terbentuk karena interaksi dengan orang lain. Diri muncul dan ters menerus muncul dan berubah-ubah.
Max Weber lebih memandang individu sebagai memiliki makna yang subjektif. Dengan asumsi ini dinyatakan bahwa tindakan seorang individu dapat bermakana bagi dirinya dan dapat diakui oleh orang lain.
Alfret Schutz melihat dunia social sebagai bersifat intersubjektif maksudnya, bahwa segala tujuan yang normal dari benda didunia mempunyai makana yang sama bagi seorang individu dan individu lainnya.
Talkcot Parsons melihat realitas sebagai suatu sistem social dimana bagian-bagiannya berkaitan dengan keseluruhan dan dijelaskan berdasarkan fungsi sistem bagi keseluruhan.

2. Sosialisasi individu dalam masyarakat
Pertama, teori sosialisasi pasif dinisbatkan pada perspektif fungsionalisme Talcott Parson yang berpendapat bahwa sosialisasi, seperti belajar, berlangsung terus menerus selama hidup namun prosesnya yang paling dramatis terjadi pada masa anak-anak. Kedua, teori sosialisasi aktif yang bertolak dari anggapan bahwa pada dasarnya tindakan individu dibangun untuk mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya. Ketiga teori sosialisasi radikal menganggap kelas social yang ada dalam masyarakat sebagai aspek paling penting.

BAB V
PENGETAHUAN

A. Epistemologi (Hakikat dan Sumber Pengetahuan)
Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dar fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gamabaran yang ada dalam akal adalah kopi dari yang asli yang ada di luar akal.
Pengetahuan menurut idealisme adalah proses-proses mental psikologis yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas.
Setelah dibhas tentang hakikat pengethuan, maka uraian di bawah ini akan memaparkan tentang sumber pengetahuan yang meliputi:
1. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indrawi. Aliran ini dipegangi oleh tokoh-tokoh seperti John Locke dan David Hume. Keduanya yakin bahwa manusia lahir dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan bawaan, tetapi pengalaman pengindraan yang membentuk pengetahuannya.
2. Rasionalisme
Rasionalisme adalah aliran yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah akal. Aliran yang dipelopori oleh Descrates dan didukung Spinoza ini pada dasarnya tidak mengikari kegunaan indra dalam pengetahuan hanya saja sebatas sebagai data. Data-data tersebut tidak akan bermakna jika tidak dihubungkan satu sama lain yang dilakukan oleh akal. Kombinasi dari kedua aliran ini yakni yang menekankan pengalaman empiris dan penggunaan akal melahirkan metode ilmiah atau pengetahuan sains, yang kemudian disempunakan dengan positifisme August Comte dan Immanuel Kant.
3. Intuisi
Nietzche menyebut intuisi sebagai intelegensi yang paling tinggi, dan Abraham Maslow menganggapnya sebagai pengalaman puncak, maka Henry Bergson lebih cendrung menyatakan bahwa intuisi adalah hasil dari evaluasi pemahan yang tertinggi.

4. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia melalui utusan. Perbedaan wahyu dengan pengetahuan ilmiah adalah titik tolak, dimana wahyu berpijak pada keyakinan yang kemudian dibuktikan dengan pengetahuan ilmiah.

B. Cara Kerja Otak
Tony Buzan seperti dikutip oleh Gordon Dryden dan Jeannette Vos, berkata “ otak anda terdiri dari triliunan sel otak. Setiap sel otak adalah seperti gurita kecil yang begitu kompleks. Ia memiliki sebuah pusat, dengan banyak cabang, dan setiap cabang memiliki banyak koneksi. Tiap-tiap sel otak tersebut jauh lebih kuat dan canggih dari pada kebanyakan computer di planet ini. Setiap sel tersebut berhubungan dengan ratusan ribu sampai puluhan ribu sel yang lain, dan mereka saling bertukar informasi. Ini sering disebut dengan jaringan yang paling memesona, benda yang begitu kompleks dan indah. Dan semua orang memilikinya”.
Kecanggihan dan keunikan otak disimpulkan oleh Howard Gardener seperti dikutip Gordon Dryden dan Jeannette Vos seperti berikut:
1. Kecerdasan linguistic
2. Kecerdasan logika
3. Kecerdasan musical
4. Keccerdasan spasial dan visual
5. Kecerdasan kinestetik
6. Kecerdasan interpersonal
7. Kecerdasan intra personal








BAB VI
NILAI

A. Nilai sebagai Perwujudan Diri
Louis Katsoff menyatakan kenyataan bahwa nilai tidak dapat didefenisikan tidak berarti nilai tidak bisa dipahami. Perwujudan diri adalah perwujudan potensi-potensi diri menjadi nyata. Potensi-potensi yang dimaksud adalah kemampuan positif seperti kemampuan untuk menjadi rasional, bermoral, mencari pencerahan, atau perenangan akal budi dan seterusnya.
Ideology-ideologi konservatif, fundamentalism, intelektualisme, dan conservatism menyatakan bahwa nilai tertinggi adalah perwujudan diri, dan perwujudan diri tersebut hanya bisa dicapai secara tidak langsung, dengan cara mengenali dan menaati hokum alam atau hokum Tuhan.
Sedangkan ideology-ideologi liberal-liberalisme, liberasionisme, dan anarkis sama-sama menganggap nilai tertinggi adalah sebentuk perwujudan diri seperti yang dinyatakan ideology-ideologi konservatif. Dalam kaitannya dengan pendidikan, golongan Fundamentalisme relijius bersifat anti-intelektual, maksudnya, pendidikan diupayakan untuk mempertegas penerimaan yang relative tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan meminimalisasi pertimbangan-pertimbangan filosofis atau intelektual.
Sementara itu, Fundamentalisme sekuler dengan semangat yang sama, yakni anti-intelektual, mengembangkan pendidikan yang bertujuan untuk menerima konsesus social yang sudah mapan seperti tentang patriolisme dan naturalism dengan relative tanpa kritik. Keduanya merefleksikan sebuah cara pandang yang kaku terhadap sebuah kebenaran hanya saja yang religius basis pijakannya adalah agama, sementara ynag sekuler menjadikan konsensus social sebagai pijakannya.

B. Cara Memperoleh Nilai
Menurut Abdul latief cara memperoleh nilai yaitu, Pertama pencarian kebenaran dan keutamaan melalui filsafat, yakni melalui cara berfikir kontemplatif. Melalui filsafat seseorang dapat menemukan makna dari suatu yang abstrak atau makna yang ada dibelakang objek yang konkret.
Kedua, nilai diperoleh melalui paradigm berfikir logis-empiris. Paradigma ini merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang selalu memerlukan bukti-bukti nyata dalam menguji kebenaran dan keutamaan sesuatu.
Ketiga, pendekatan nilai diperoleh melalui hati dan fungsi rasa, cara ini tidak mempertimbangkan pemikiran logis atau logis empiris. Karena nilai atau pengetahuan dengan cara ini masuk melalui pintu intuisi dan bersarang dalam keyakinan hati.

C. Internalisasi Nilai Moralitas Masyarakat dan Agama
Aronfreed dan kohelberg menyatakan seperti dikutip Asih Menanti, yakni:
1. Teori psikoanalisa
Seorang dinyatak bermoral apabila tindakan-tindakannya sesuai dengan nilai-nilai, aturan-aturan yang berlaku di masyarakat saat itu, dan sebaliknya.
2. Teori behavioristik
Cara pembentukan moral menekankan proses belajar moral melalui hubungan stimulus-respon, yakni dengan memberikan ganjaran bagi pembentukan tingkah laku dan member hukuman untuk menghukumnya.
3. Teori kognitif
Teori ini mengasumsikan adanya tahap-tahap yang berurutan dalam pelaksanaan moral. Teori ini tida mempertanyakan tindakan apa yang bermoral tetapi mempertanyakan pertimbangan apa yang digunakan dalam suatu keputusan atau tindakan.

Tahap-tahap perkembangan moral dikembangkan oleh Moran yang dikutip oleh M.I Soelaeman seperti berikut:
1. Anak-anak
Dunia religius anak-anak masih sangat sederhana sehingga disebut juga dengan the simply religious. Pada saat itu anak-anak memang belum dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri, bahkan pada tahap yang sederhanapun. Pada saat ini, anak harus memercayakan banyak hal kepada pendidiknya. Sehingga pendidikn agama sering dilakukan dengan bercerita.


2. Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Ada kalanya remaja mengambil keputusan yang kadang tidak sejalan dengan kebiasaan atau tradisi yang berlaku, sehingga ia tampang menentang dan menantang arus. Pada saat ini pendidik dan orang tua perlu mengundangnya untuk masuk dunia religius dan menciptaka situasi agar dia betah mendiaminya.
3. Dewasa
Pada saat ini seseorang mencapai tahapan kedewasaan beragama, yakni mampu merealisasikan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari atas dasar kerelaan dan kesungguhan dan bukan hanya sekedar puasan diluar.





















BAB VII
INTEGRASI MATERI DAN METODOLOGI

A. Reafirmasi Materi Pengajaran Agama
Amin Abdullah mengatakan bahwa pemikiran muslim terlalu rigid, puritan, dan dikotomis dalam memecahkan persoalan. Konsekuensinya muslim cenderung kurang berfikir secara sintesis, elastic, dan pragmatis.
Uraian yang bertolak pada dua asumsi dasar tentang pendidikan agama, yakni:
1. Orientasi pada keselamatan individu.
Amin Abdullah ketika mengatakan bahwa salah satu ciri pendidikan dan pengajaran di era klasik-skolastik adalah sifatnya yang terlalu menekankan keselamatan yang didasarkan pada kebaikan hubungan antara diri seorang individu dengan Tuhan-nya.
2. Orientasi pada keselamatan individu dan kelompok
Kesamaan akan keyakinan akan menimbulkan persamaan identitas yanga akan membentuk komunitas yang homogen dan membentuk cara pangandang yanag relative monolitik. Pemahaman terhadap agama seperti ini menganggap bahwa orang lain tidak memiliki nilai signifikansi yang menambah pengabdian kepada Tuhan.

B. Rekonstruksi Metodologi Pengajaran Agama
R.M Thomas bahwa pendidikan agama memiliki tujuan kognitif dan afektif.
1. Pendidikan agama yang bersifat kognitif
Norma agama yang dijelaskan secara kognitif meniscayakan penyesuaian dengan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Ini berati bahwa pendidikan agama yang diajarkan harus disesuaikan dengan kecerdasan linguistic dan logika peserta didik.
2. Pendidikan agama yang bersifat afektif
Aspek afektif dari pendidikan agama bertolak dari asumsi bahwa secara umum nilai-nilai agung agama dalam kaitannya dengan manusia dan tuhannya dan sesame mahkluk bukan hanya menjadi sekumpulan norma-norma teologi dan hukum retoris yang bisa ditransfer dari pikiran ke pikiran lainnya, sebab dalil-dalil keagamaan ini pada dasarnya mudah dipahami dan dimengerti oleh orang lain dengan kemampuan-kemampuan dasar secara umum karena menggunakan penalaran logika dan kaidah-kaidah bahasa yang logis.
C. Produk Penelitian
Phenix menkonsepkan tujuan pendidikan adalah menciptakan individu yang memiliki kemampuan dalam mengaktualisasikan makna-makna symbol dan empiric dari materi pendidikan agama, yakni manusia mampu mengenali dan memahami symbol-simbol dan kenyataan yang berlaku sesuai dengan aturan social dan berkaitan dengan bahasa dan aspek yang bisa dicerna berdasarkan akal sehat. Dengan kata lain, pendidikan akan memproduksi manusia yang rasional, social dan spiritual. Integrasi yang sempurana dari wujud manusia ini menjadi tujuan akhir dari pendidikan yang ideal.























BAB VIII
ISU GLOBAL PENDIDIKAN

A. Pendidikan Untuk Semua (Education For All)
The World Summit on Education for all di Jontien pada tahun 1990 yang diprakarsai oleh UNESCO menghasilkan deklarasi dunia tentang education for all. Tujuan akhirnya adalah memenuhi kebutuhan belajar dasar anak-anak, pemuda dan orang dewasa. World Education forum yang diadakan di Dakkar pada tanggal 26-28 April 2000 mengisahkan Education for all sebagai kerangka program aksi yang memuat 6 komitmen yaitu:
1. Memperluas dan meningkatkan PAUD
2. Menjamin perempuan dan anak-anak menyelesaikan pendidikan dasar yang berkualitas
3. Menjamin agar kebutuhan belajar generasi muda terpenuhi melalui program pendidikan keterampilan hidup
4. Menurunkan tingkat buta huruf
5. Mengapus disparitas gender
6. Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan

B. Pendidikan Anak Dini Usia (Early Childhood Education)
Erikson menyimpulkan bahwa masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai seorang manusia. Prilaku yang berkelainan pada orang dewasa dapat dideteksi pada anak-anak. Menurut hasil penelitian ahli syaraf dinyatakan bahwa, perkembangan otak manusia yang paling pesat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupannya. Perkembangan otak yang optimal dimungkinkan jika anak diberi rangsangan yaitu pemberian gizi yang memadai, peralatan kesehatan, dan pelayanan pendidikan. Pengembangan kecerdasan anak usia dini meliputi:
1. Kecerdasan linguistic
2. Kecerdasan logika
3. Kecerdasan musical
4. Keccerdasan spasial dan visual
5. Kecerdasan kinestetik
6. Kecerdasan interpersonal
7. Kecerdasan intra personal

C. Pendidikan Orang Dewasa
Knowles mendefinisikan andragogi dengan seni dan ilmu dalam membentuk orang dewasa untuk belajar, sedangkan pedagogi adalah seni dan ilmu nuntuk mengajar anak-anak.
Pendidikan orang dewasa didefinisikan menurut UNESCO Town Sendcoles dalam Lanudi yaitu keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan apaun isi tingkatan, metodenya baik formal atau tidak yang melanjutkan atau menggantikan pendidikan semula disekolah yang membuat orang dewasa mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam pengemabangan social ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.

D. Pendidikan Seumur Hidup (Life Long Education)
Masyarakat akademisi menyatakan bahwa istilah pendidikan seumur hidup pernah dipopulerkan oleh Adam Smith pada tahun1919. Secara tersirat Yeaxlee pada tahun1929 dan Bachelard pada tahun 1930 dan akhirnya dipopulerkan Edgar Faure pada tahun 1960 dalam program UNESCO PBB yang secara semantic mengistilahkan pendidikan seumur hidup sebagai usaha setiap individu yang duilakukan secara terus menerus untuk membekali dirinya melalui pendidikan.
Djudju Sudjana mengemukakan bahwa pendidikan sepanjang hayat memberi arah terhadap pendidikan luar sekolah agar jalur pendidikan ini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip:
1. Pendidikan berakhir apabila manusia telah mati
2. Pendidikan luar sekolah merupakan motifasi yang kuat bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar seccara sistematis
3. Kegiatan belajar ditujukan untuk memperolah atau meningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan aspirasi.
4. Pendidikan memiliki tujuan yang merangkai
5. Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia
BAB IX
TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENDIDIKAN

Pendidikan formal yang bersifat kaku telah mendapat sorotan dari para reformis pendidikan seperti Herbert Kohl, Ivan Illich dengan konsep jaringan belajar sebagai sebagai ganti sekolah (deschooling) ketika dia mengganggap instiusi sekolah telah merelatifkan potensi besar bagi akal manusia, dan karenanya pendidikan tidak seharusnya terjebak pada rigiditas kelembagaan yang pada gilirannya menciptakan suatu lingkup kancah kemampuan bernalar terbatas pada lingkungan yang terbatas.
Paulo Freire dengan konsep pendidikan bagi kaum tertindas, karena menurutnya pendidikan selama ini menjadi hak orang-orang yang kaya. John Holt dengan pendidikan lingkungan yang terbuka dan Eric Ashby dengan pendapat tentang revolusi keempat dalam pendidikan tinggi sebagai akibat dari perkembangan teknologi.

A. Asumsi-Asumsi
Seiring dengan munculnya teknologi informasi, pendidik perlu memanfaatkan inovasi-inovasi tersebut. Didasarkan pada asumsi-asumsi menurut Abdul Latif seperti berikut:
1. Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang berakibat terjadinya perubahan pada diri pribadinya.
2. Pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup. Mengahruskan adanya kontiunitas dan sinkronisasi dari pendidikan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah
3. Pendidikan dapat berlangsung dimana saja, kapan saja, yaitu pada saat dan tempat yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak.
4. Pendidikan dapat berlansung secara mandiri dan tidak harus melulu berada dalam pengawasan guru
5. Pendidikan dapat berlangsung secara afektif baik dalam kelompok yang homogeny maupun kelompok yang heterogen bahkan perseorangan.
6. Belajar dapat dipeoleh siapa saja dan apa saja baik sengaja ataupun tidak disengaja.

B. Pendidikan dan Teknologi Informasi
Secara lebih rinci pilihan teknologi untuk pendidikan, mulai dari sederhana sampai yang canggih telah dikelompokkan oleh Chute, yaitu:
1. Teknologi audio; fokusnya pada indera pendengaran
2. Teknologi audio dan data; melahirkan aplikasi belajar jarak jauh yang disebut audiografis
3. Teknologi video;
4. Computer based training; sebagai bentuk dari aplikasi teknologi computer sebagai alat penyampaian pelajaran
5. Komputer konferensi; pemayung berbagai kegiatan penerapan teknologi computer untuk menunjang komunikasi antar manusia
6. Pendidikan dan pelatihan di internet;

Menurut Murdick perangkat keras mampunyai lima fungsi yaitu:
a) Input; proses pemasukan data dan perintah ke dalam komputer
b) Processing; proses pengolahan data
c) Output; hasil pengolahan data
d) Storage; temapat penyimpanan data
e) Transmitting; proses penhubungan dua atau lebih computer yang berada ditempat yang berbeda.

C. Kelemahan Komputer Internet
Dalam kaitannya dengan pendidikan, computer memiliki kelemahan seperti yang diungkapkan oleh Dave Meier yaitu:
1. Computer cenderung mengisolasi, Paulo Freire mangatakan bahwa “pengetahuan timbul hanya melalui penemuan-penemuan, melalui pencaharian dalam kegelisahan dan ketidaksabaran, yang dilakukan secara terus menerus”
2. Computer cenderung membuat orang pasif secara fisik,
3. Cenderung hanya cocok untuk satu program pembelajaran
4. Computer cenderung berdasar media dan bukan pengalaman

Larry Cuban mengatakan ”seluruh publisitas yang menggemparkan mengenai internet telah mengaburkan isu yang lebih mendalam dan lebih penting dalam pembelajaran, yaitu tentang cara kita mengajar anak-anak untuk mendapatkan keterampilan dasar dn berfikir secara mandiri
Todd oppenheimer “sekolah bukanlah semata-mata menyangkut informasi, melainkan mengajak anak-anak memikirkan tentang informasi. Sekolah mengajarkan pemahaman, pengetahuan dan kearifan”.
























DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. 1996. Aspek Epistemologis Filsafat Islam, Yograkarta: Pustaka Pelajar

________________. 2001. Pengajaran Kalam dan Teologi dalam Era Kemajemukan di Indonesia: Sebuah Tinjauan Materi dan Metode, dalam “Pluralisme, Konflik dan pendidikan Agama di Indonesia”. Eds. Sumarta dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ancok, Djamaluddin dan Fuad Nashori Suroso. 2005. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bakar, Osman. 1994. Tahwid dan Science: Essay on the History and Philosophy of Islamic Science. Alih bahasa Yunani Liputo. Bandung: Pustaka Hidayah.

Bakar, Usman Abu dan Surohim. 2005. Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta: Safinia Insania Press.

Bakhtiar, Amtsal. 1999. Filsafat Agama. Jakarta: Logos.

______________. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bastaman, Hanna Djumhana. 1997. Integrasi Psikologi dengan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bestor, Arhur. 1999. Dasar-dasar Pendidikan dalam “Menggugat Pendidikan”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Carrel, Alexis. 1987. Man: The Unknown. Alih bahasa Kania Roesli. Bandung: Remaja Karya.

Daud, Wan Mohd Nor Wan. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M Naquib Al-Attas. Bandung: Mizan

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 1999. The Learning Revolution, alih bahasa Word Translation Servise. Bandung: Kaifa

Fadjar, A. Malik. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Ghosh, Ratna. 1996. Redefining Multicultural Education. Canada: Hartcourt.

Hadisubroto, Subino. 1992. Pentingnya Pendidikan dalam Keluarga, dalam “Hakikat Tujuan Pendidikan Nasional”. Bandung: University Press IKIP.

Horton, Paul B & Chester L. Hunt. 1996. Sosiology, alih bahasa Amiruddin Ram & Tita Sobari. Jakarta: Erlangga.

Joesoef, Soelaiman. 1992. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Kattsoff, Louis O. 1989. Element Of Philosopy, alih bahasa Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana

Komar, Oong. 2006. Filsafat Pendidikan Non Formal. Bandung: Pustaka Setia.

Makmun, Abin Syamsudin. 2002. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mansyur, M. Cholil. t.t. SociologI Masyarakat Desa dan Kota. Surabaya: Usaha Nasional.

Menanti, Asih. 2002. Pendidikan Moral dalam Keluarga untuk Menghadapi Kehidupan Abad-21, dalam “Hakekat Tujuan Pendidikan Nasional”. Bandung: University Press IKIP.

Mulyana, Rohmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alpabeta.

Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

O’neil, William F. 2002. Education Ideologies, alih bahasa Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Phenix, Philip H. 1964. Real Of Meaning: Philosophy of the Curriculum for General Education, New York: McGraw Hill Book Company.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, Ngalim. 2003. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Rosdakarya.

Robinson, Philip. 1986. Perspectives on the Sosiology of Education: an Introduction, alih bahasa Hasan Basari. Jakarta: Rajawali.

Soelaeman, M.I. 1988. Suatu Telaah tentang Manusia-Religi-Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Solihin, M. 2003. Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema penting Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Djuju. 1992. Peranan Pendidikan Masyarakat dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional, dalam Hakikat Tujuan Pendidikan Nasional. Bandung: University Press IKIP.

_____________. 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara.

_____________. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Syarif, M.M. 1976. Islamic and Education Studies. Lahore: Institute of Islamic Culture.

Thomas, R.M. 1987. Religious Education dalam “International Encyclopedia of the Socioligy of Education”. Ed. Lawrence J. Saha, United Kingdom: Pergamon.

Tilaar, H.A.R. 1999. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tirtarahardja, Umar & Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

ARTIKEL PROFESI PLS

TUGAS AKHIR SEMESTER
ARTIKEL
TENTANG
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PELATIHAN
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU
PADA SATUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Oleh :
Hj. Melly Sri Sulastri Rifai, Mustofa Kamil






OLEH
S H E R L Y
01286/2008






JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PELATIHAN
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU
PADA SATUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Oleh :
Hj. Melly Sri Sulastri Rifai, Mustofa Kamil

ABSTRAK

Kegiatan pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tidak sebagaimana umumnya dilakukan dalam pendidikan sekolah, karena PLS berorientasi pada pendidikan sepanjang hayat. Pada Pendidikan Luar Sekolah (PLS), dikenal istilah membelajarkan peserta belajar. Membelajarkan dalam PLS memiliki konteks yang bervariasi, di samping perbedaan dan penerapannya. Istilah-istilah yang dikenal antara lain berupa bantuan dalam arti memberi bantuan untuk memberikan kemudahan (to facilitate), mendorong (to motivate) dan atau bimbingan belajar. Penerapnnya akan tergantung pada situasi kegiatan belajar yang akan atau sedang dilakukan. Pembelajaran pada pendidikan luar sekolah merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh sumber belajar yang dapat menyebabkan warga belajar melakukan kegiatan belajar. Dari kegiatan pembelajaran pada pendidikan luar sekolah yang telah diilustrasikan tersebut, perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengembangkan model pembelajaran pelatihan yang sesuai dengan konteks dari satuan PLS. Model pembelajaran pelatihan sebagai produk akhir dari penelitian ini, dikembangkan dengan menggunakan pendekakatan Research and Development (R & D). Dari penelitian yang telah dilakukan menghasilkan desain model pembelajaran pelatihan terpadu sebagai hasil uji coba pada dua jenis satuan PLS, yaitu KBU dan Pelatihan Bidang Kesehatan.

Kata Kunci : Model, Pembelajaran, Pelatihan, PLS

A. PENDAHULUAN
Belajar sepanjang hayat telah menjadi suatu kebutuhan bagi setiap individu, karena belajar itu sendiri merupakan proses, pemahaman dan keahlian yang dapat dipelajari dan dapat diajarkan. Apabila proses belajar sepanjang hayat mutlak diperlukan, maka bagaimana cara belajar diduga dapat dilaksanakan dengan mudah, sehingga belajarpun menempati kepentingan yang nyata. Belajar sepanjang hayat merupakan bagian dari kehidupan yang abadi pada setiap orang, sehingga orang itu dapat mengakses pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk meningkatkan kemampuan dan motivasi belajar yang berlangsung baik di sekolah maupun diluar sekolah.
Pendidikan sepanjang hayat dapat dijabarkan ke dalam program-program pendidikan formal, non formal maupun informal. Pendidikan sepanjang hayat merupakan landasan yang kuat dalam menumbuhkan masyarakat gemar belajar, sebagai prasyarat bagi tumbuhnya masyarakat terdidik. Penekanan yang perlu menjadi perhatian sebagaimana dikemukakan Djudju Sudjana (2001 : 224), bahwa : “kegiatan belajar yang dilakukan oleh setiap warga masyarat tidak terbatas hanya untuk mengetahui atau belajar sesuatu (learning how to learn), tidak pula belajar hanya untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan (learning how to be) atau (learning how to live).
Pendidikan sepanjang hayat ini lebih difokuskan pada pendidikan orang dewasa. Istilah pendidikan orang dewasa digunakan setidaknya dengan tiga cara, yaitu : Pertama, digunakan untuk menggambarkan sebuah proses dimana orang melanjutkan untuk belajar setelah pendidikan formalnya berhenti. Kedua, adalah untuk menunjukkan aktivitas organisasi lembaga dan institusi yang disediakan untuk orang dewasa. Ketiga adalah untuk menyampaikan ide dari sebuah bidang sosial atau praktisi atau pergerakan.
Pendidikan orang dewasa yang dimaksud saat ini telah berkembang di masyarakat melalui program-program pelatihan pada Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Pelatihan merupakan istilah yang meliputi bermacam-macam kegiatan. Waktu pelaksanaan kegiatan bervariasi mulai dari jangka waktu pendek seperti pelatihan satu hari yang dilangsungkan secara demonstrasi dilapangan, sampai pada jangka waktu panjang seperti pengembangan profesionalisme yangdiselenggarakan dalam jangka waktu beberapa bulan.
Pelatihan merupakan proses untuk memfasilitasi belajar setiap individu atau kelompok orang yang akan diuntungkan dengan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap baru.Belajar melalui pelatihan pada program Pendidikan Luar Sekolah ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Pembelajar memutuskan apa yang penting untuk dipelajari.
2) Pembelajar perlu untuk memvalidasi informasi berdasarkan kepercayaan dan pengalaman mereka.
3) Pembelajar merupakan orang-orang yang berpengalaman dan mungkin sudah memiliki pandangan yang tetap terhadap suatu permasalahan.
4) Pembelajar mungkin memiliki pengetahuan yang luas dan dapat menyediakan informasi dan bimbingan kepada peserta pelatihan lainnya.
5) Pembelajar mengharapkan apa yang mereka pelajari dapat segera mereka manfaatkan.
Dalam upaya memberikan pengalaman belajar kepada warga belajar yang sesuai dengan karakteristik tersebut di atas, perlu adanya inovasi-inovasi baru khususnya dalam penyelenggaraan pelatihan keterampilan pada program PLS. Inovasi yang dapat dilakukan dalam pelatihan keterampilan diantaranya dengan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan durasi pelatihan, peserta pelatihan, biaya pelatihan dan program pelatihan itu sendiri.
Penelitian ini akan mengkaji peran model pembelajaran pelatihan keterampilan pada program Pendidikan Luar Sekolah. Fokus penelitian ini adalah penciptaan model pembelajaran serta pengkajian tentang keefektifannya dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Penelitian ini perlu dilakukan, karena pelatihan keterampilan pada program Pendidikan Luar Sekolah merupakan program belajar yang penting di dalam memberikan bekal kepada para peserta pelatihan untuk hidup mandiri. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi terobosan yangdapat meningkatkan proses pembelajaran pada berbagai jenis pelatihan keterampilan dalamprogram Pendidikan Luar Sekolah, yang pada akhirnya diharapkan memberikan peluang kepada peserta pelatihan untuk mampu membuka lapangan kerja baru baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Satuan Pendidikan Luar Sekolah
Satuan Pendidikan Luar Sekolah yang sudah berkembang dan dikenal oleh masyarakat yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat sebagai berikut:
a) Kursus
Lembaga kursus adalah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan kursus, baik oleh perorangan maupun kelompok/lembaga dan mendapat ijin dari insantansi berwenang. Kursus dapat diselenggarakan pula oleh lembaga internasional atau badan kelembagaan swasta asing di wilayah Republik Indonesia dengan ketentuan harus tunduk pada peraturan perundang-undangan dan hokum yang berlaku di Indonesia.
Satuan kursus diselenggarakan bagi peserta didik yang memerlukan pengembangan diri, bekerja mencari nafkah dan melanjutkan pendidikan. Kursus terdiri dari tiga tingkat kemampuan, yaitu: dasar, menengah dan lanjutan. Kursus umumnya diselenggarakan oleh lembaga kemasyarakatan yang berkembang pesat dalam jumlah lembaga penyelenggara serta jenis-jenis program mampu merespons dan mengorganisir kebutuhan masyarakat.
b) Lembaga Pelatihan
Lembaga pelatihan adalah lembaga atau organisasi yang mengembangkan PLS baik lembaga pemerintahan ataupun swasta yang menyelenggarakan kegiatan pelatihan. Pelatihan sendiri merupakan suatu proses pembelajaran yang memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan yang sekarang sesuai dengan standar. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai kebutuhan organisasi atau individu dalam lingkup lembaga tersebut. (Pusdiklat Pegawai Depdiknas, 2003). Lebih lanjut Craig (Hanurani, 2003) menyatakan bahwa pelatihan adalah kegiatan yang disengaja untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang-orang atau lembaga dalam upaya membina dan meningkatkan produktivitas.
Pelatihan tidak dapat dilakukan begitu saja, tetapi pada pelaksanaannya pelatihan harus melalui beberapa tahapan. Pada setiap pelaksanaan pelatihan tidak harus sama tahapannya, tetapi tahapan ini disesuaikan dengan jenis pelatihannya, kesiapan panitia, dana dan sarana yang tersedia. Tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan dalam suatu pelatihan adalah : 1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, 2) merumuskan tujuan pelatihan, 3) merancang kurikulumpelatihan, 4) mengembangkan metode pelatihan, 5) menentukan pola evaluasi pelatihan, 6) melaksanakan program pelatihan dan 7) mengukur hasil pelatihan.

c) Kelompok Belajar
Satuan kelompok belajar (Kejar) diselenggarakan bagi sekumpulan peserta didik dengan saling membelajarkan untuk mengembangkan diri dan melanjutkan ke tingkat selanjutnya. Kelompok belajar meliputi Kejar Paket A setara SD, Kejar Paket B setara SMP, Kejar Paket C setara SMA, Keaksaraan Fungsional (KF), Kelompok Belajar Usaha (KBU). Kejar diselenggarakan oleh instansi pemerintah seperti Muslimat, Nasyatul Aisyiah, Pondok pesantren dan lembaga kemasyarakatan seperti PKK, LKMD.

d) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
PKBM merupakan suatu tempat kegiatan pembelajaran masyarakat yang diarahkan untuk pemberdayaan potensi desa, menggerakan pembangunan di bidang social, ekonomi, dan budaya. Secara alami, PKBM telah ada sejak manusia mengenal kegiatan belajar bersama, sedangkan secara kelembagaan PKBM baru lahir pada Agustus 1998. PKBM berperan untuk memberikan wahana bagi masyarakat yang memenuhi kebutuhan berupa pengetahuan dan keterampilan yang bermakna bagi kehidupannya. Azas PKBM adalah dari, oleh dan untuk masyarakat.

e) Majelis Taklim
Majelis taklim merupakan salah satu satuan pendidikan nonformal yang bergerak dalam bidang keagamaan Islam. Sebenarnya, menurut Tutty Alawiyah dalam bukunya “Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim”, istilah majelis taklim pada mulanya lahir dari pengajian di Masjid Al-Barkah yang dikelola K.H. Abdullah Syafi’ie. Penamaan majelis taklim akhirnya memunculkan identitas tersendiri yang membedakan dengan pengajian umum biasa, yaitu sifatnya yang tetap dan berkesinambungan. Oleh karena perannya di masyarakat, majelis taklim disebutkan dalam undang-undang sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal. (Alawiyah, 2006).

2. Prinsip Belajar dalam Pelatihan
Prinsip-prinsip umum belajar dalam pelatihan yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Peserta pelatihan harus termotivasi untuk belajar, karena motivasi merupakan felemen yang khas bagi setiap orang, maka instruktur secara kreatif harus mengidentifikasi setiap kelompok peserta. Motivasi dapat disajikan sebagai titik tolak dari pelatihan yang diletakkan pada sesi awal yang kemudian dibangun selanjutnya dalam pembelajaran
b. Belajar merupakan proses aktif dan partisipatif. Kondisi ini mengandung arti bahwa pembelajar harus terlibat dalam pembelajaran tidak hanya menjadi pendengar saja.Keterlibatan peserta dapat diciptakan melalui kegiatan diskusi, pengajuan pertanyaan, kegiatan praktek, kerja lapangan, bermain peran, demonstrasi.
c. Peserta harus mendapat pengarahan dan umpan balik. Pelatihan harus meliputi umpan balik terhadap peserta sehingga mereka mengetahui seberapa banyak belajar sehingga mereka mengetahui pula berapa banyak mereka telah menguasai keterampilan yang diberikan melalui pelatihan.
d. Materi pelatihan harus disiapkan dengan tepat. Materi yang mendukung pelatihan harus secara efektif disiapkan dan digunakan. Pembelajaran berbasis masalah, proyek, aktivitas latihan, diskusi dan metode-metode lain harus mengandung materi yang secara diyakini dapat menunjang pembelajaran.
e. Kesempatan untuk melakukan latihan harus disediakan dalam pelatihan. Instruktur harus menyediakan waktu yang cukup bagi peserta untuk berlatih pengetahuan dan keterampilan yang diberikan dalam pelatihan. Latihan dapat membantu membangun rasa percaya diri peserta dan memberi kesempatan bagi mereka untuk saling membantu satu sama lainnya.
f. Metode pelatihan harus bervariasi. Multimetode dalam pelatihan dapat menstimulasi keterkaitan peserta terhadap pelatihan dan menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam berbagai cara.
g. Peserta harus mendapat penguatan dari tingkah laku yang diinginkan. Peserta harus mengetahui kapan mereka menunjukkan tugas atau materi pembelajaran secara benar. Mereka harus mendapatkan petunjuk bahwa apa yang mereka tampilkan benar. Penguatan dapat dilakukan dengan memberi komentar oleh instruktur, nilai tes, atau mengerjakan proyek dan hasil yang digunakan dalam pelatihan. Penguatan ini harus direncanakan dan dimasukkan dalam rencana pembelajaran.
h. Standar dari penampilan dan harapan harus dikomunikasikan dengan jelas pada peserta.
i. Pelatihan harus menunjukkan macam dan level yang berbeda dari pembelajaran. Pembelajaran meliputi : 1) pengetahuan dan kemampuan intelektual, 2) keterampilan motorik, 3) perasaan dan sikap yang masing-masing memiliki tingkatannya sendiri. Setiap tingkatan dan tipe belajar ini memerlukan metode dan latihan yang berbeda yang harus direncanakan dalam pelatihan.

3. Model Pembelajaran dalam Pelatihan
Model pembelajaran yang dapat dikembangkan pada pelatihan keterampilan dapat dipilih dari rumpun yang berhubungan dengan perilaku (behavioral), karena program Pendidikan Luar Sekolah pada intinya mendasarkan pada teori pembelajaran behaviorism. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar, yang menjadi prinsip dalam pelatihan keterampilan. Model mengajar dari rumpun sistem tingkah laku (the behavioral systems family of models, Joyce : 2000) yang dapat diterapkan pada pelatihan keterampilan diantaranya adalah belajar tuntas.
Belajar tuntas merupakan suatu kerangka dalam merencanakan pembelajaran yang berurutan, dirumuskan oleh John B. Carroll (1971) dan Benyamin Bloom (1971). Belajar tuntas disajikan secara ringkas dan menarik untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar (kinerja) peserta didik. Secara tradisional, kecerdasan dianggap sebagai karakter yang berhubungan dengan hasil belajar peserta didik. Carroll memandang kecerdasan sebagai sejumlah waktu yang digunakan seseorang untuk belajar dibanding kapasitasnya untuk menguasai bahan ajar. Dalam pandangan Carroll, peserta didik yang mempunyai penguasaan bahan ajar dibanding dengan peserta didik yang mempunyai kecerdasan lebih tinggi.
Bloom mengubah pandangan Carroll ke dalam sebuah sistem dengan mengikuti karakteristik
a) Penguasaan didefinisikan dalam istilah pencapaian tujuan utama dalam pembelajaran
b) Materi ajar dibagi dalam unit terkecil yang akan dipelajari
c) Penentuan materi ajar dan pemilihan startegi pembelajaran
d) Setiap unit disertai dengan tes diagnostik untuk mengukur kemajuan peserta didik (evaluasiformatif) dan menentukan masalah yang dihadapi masing-masing peserta didik
e) Hasil tes digunakan untuk memberikan pengajaran pengayaan dan remedial

Belajar tuntas menurut pembelajaran individual, peserta didik bekerja bebas dengan bahan ajar yang diberikan setiap hari (setiap beberapa hari), tergantung pada kemampuan dan gaya belajarnya. Model belajar tuntas yang dapat diterapkan pada pembelajaran di PLS adalah Individually Prescribed Instructional Program (IPI). Tujuan dari IPI adalah :
1) Memungkinkan setiap peserta didik untuk mempelajari unit bahan ajar yang berurutan
2) Menjadikan setiap peserta didik mencapai derajat penguasaan
3) Mengembangkan inisiatif sendiri dalam belajar
4) Mengembangkan proses problem solving
5) Mendorong evaluasi diri dan motivasi untuk belajar

Belajar tuntas dapat diterapkan pada pembelajaran pelatihan di berbagai satuan PLS, karena merupakan strategi pembelajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran kepada peserta diantara peserta didik. Belajar tuntas dirancang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pembelajaran klasikal, antara lain hanya peserta didik yang pandai yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan peserta didik yang kurang pandai hanya mencapai sebagian dari tujuan instruksional. Belajar tuntas juga dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai pelajaran dan kompetensi yang dipelajarinya sesuai dengan standar, melalui langkah-langkah pembelajaran secara bertahap, utuh, dan tuntas; sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning).

Organisasi pembelajaran tuntas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a) Ditetapkan batas minimal tingkat kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik
b) Menggunakan pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar peserta didik mencapai standar minimal
c) Peserta didik tidak diperkenankan pindah topik atau pekerjaan berikutnya, apabila topik atau pekerjaan yang sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal
d) Memberikan kemampuan yang utuh, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
e) Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mencapai standar minimal, sesuai dengan irama dan kemampuan belajarnya masing-masing
f) Disediakan program remedial bagi peserta didik yang lambat, dan program pengayaan bagi peserta didik yang lebih cepat menguasai kompetensi Penerapan model belajar tuntas pada pelatihan ini diperlukan kemampuan dan kreativitas instruktur di dalam mengkemas kegiatan pembelajaran pelatihan sebagai satuan Pendidikan Luar Sekolah.

C. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development ). Subjek penelitian dipilih dua jenis satuan Pendidikan Luar Sekolah, yaitu Pelatihan Bidang Kesehatan dan KBU sebagai sampel dari kota dan kabupaten di Jawa Barat. Langkah-langkah penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : (1) Studi Pendahuluan, (2) Pengembangan Model, dan (3) Uji Model.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Pelatihan Pada Satuan Pendidikan Luar Sekolah ini telah mencapai hasil sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS yang dapat meningkatkan kemandirian peserta didik.
Model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS adalah suatu proses pembelajaran pelatihan yang memadukan berbagai komponen pembelajaran. Komponen tersebuat antara lain sumber teknis, materi pembelajaran, proses penyajian materi pembelajaran, metode dan evaluasi pembelajaran. Narasumber teknis atau instruktur melibatkan para pihak yang memiliki keterkaitan dengan jenis keterampilan dan usaha yang ditekuni peserta didik. Narasumber teknis berasal dari unsur penyelenggara, dunia usaha, industri dan unsur lainnya. Adanya keterpaduan antara materi keterampilan teknis pembuatan produk usaha dan materi pengelolaan usaha. Proses pembelajaran dilakukan melalui proses pelatihan, pemagangan, pemandirian. Metode pembelajaran yang relevan sehingga peserta didik dengan cepat dan tepat menguasai pengetahuan, keterampilan dan mengembangkan sikap dan karakter kewirausahaan. Evaluasi yang bersifat menguji pengetahuan dilakukan oleh penyelenggara sedangkan yang menyangkut penguasaan keterampilan dan keahlian dilakukan oleh dunia usaha dan industri atau pengujian yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. Untuk lebih jelasnya, model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS dapat dijelaskan sebagai berikut.
Hasil ujicoba menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada aspek pengetahuan dan keterampilan pembuatan produk, pengelolaan usaha, pengembangan karakter kewirausahaan, kemandirian peserta didik dan adanya manfaat dari hasil pembelajaran dan pelatihan bagi para peserta didik. Peningkatan tersebut diketahui dengan membandingkan hasil evaluasi sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran pelatihan terpadu.

2. Pembahasan
Penerapan model pembelajaran terpadu pada satuan PLS telah menunjukan keberhasilannya dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap kewirausahaan peserta didik. Aspek-aspek kemandirian peserta didik sebagian diantaranya sudah tercapai. Peneliti mencermati setelah penerapan model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS dan dihubungkan dengan desain kurikulum dan pembelajaran terpadu, Fogarti (1991).Penyelenggaraan satuan PLS memiliki karakteristik desain kurikulum dan pembelajaran“gabungan” tidak merujuk pada salah satu desain kurikulum dan pembelajaran.
Ada delapan dari sepuluh desain kurikulum dan pembelajaran yang dikemukakan Fogarti (1991) yang ada pada satuan PLS. Kedelapan desain kurikulum dan pembelajaran tersebut adalah desain connected,nested, sequenced, shared, webbed, integrated dan immersed ,networked . Dua desain kurikulum dan pembelajaran yang tidak termasuk dalam satuan PLS bukan berati diabaikan, karena desain kurikulum dan pembelajaran fragmented dan threaded, telah terliput di dalam connected dan networked.
Desain terhubung atau connected, dalam satu materi pembelajaran atau pokok bahasan didesain dengan cara menghubungkan satu topik dengan topik lainnya, satu konsep dengan konsep lainnya pada kurun waktu yang sama ataupun berbeda. Topik atau sub pokok bahasan pada setiap materi saling terhubung, baik pada materi keterampilan teknis pembuatan sandal, pengelolaan usaha maupun materi membangun dan mengembangkan karakter kewirausahaan, karena topik atau sub pokok bahasan pada setiap materi pembelajaran pelatihan dirancang dan saling terhubung. Peserta didik diharapkan memiliki keterampilan dan etos kerja dalam pembuatan produk, memiliki sikap kewirausahaan baik berperan sebagai pekerja maupun dalam pengelolaan usaha.
Desain sarang atau nested, dalam satu materi pelajaran atau bidang studi, satu topik bahasan diarahkan untuk menguasai beberapa kemampuan atau keterampilan, seperti keterampilan berpikir (intelektual), keterampilan sosial, keterampilan motorik. Semua materi inti pembelajaran pelatihan dirancang agar peserta didik memiliki kemampuan dalam aspek berpikir, sosial dan keterampilan. Pada materi keterampilan teknis pembuatan produk, kemampuan berpikir dituntut ketika peserta didik belajar bagaimana menganalisis pasar dan kebutuhan konsumen serta strategi pemasaran. Kemampuan sosial, bahwa dalam pembuatan produk usaha merupakan proses melibatkan banyak orang dari hulu sampai hilir, kemampuan sosial sangat diperlukan dan harus dikuasai oleh peserta didik.
Desain paralel atau sequenced, antara dua atau lebih materi pelajaran atau pokok bahasan pada waktu yang bersamaan ada kesamaan atau ada hubungan topik, bahan, konsep ataupun kemampuan yang dikembangkan. Desain paralel ini dapat ditemui bahwa semua materi pembelajaran pelatihan, baik itu materi penunjang terlebih materi inti saling terhubung. Topik tentang karakter pengusaha membahas hidup disiplin, hemat, ulet dan berorientasi pasar, topik tersebut terkait dan dibahas pada materi keterampilan teknis pembuatan sandal, pengelolaan usaha dan pengembangan karakter kewirausahaan.
Desain berbagi atau shared. Pendidik dari dua atau lebih materi pelajaran atau pokok bahasan yang mengajarkan bahan, konsep, kemampuan yang memiliki kesamaan atau terkait,berbagi tugas dan mereka mengajar dalam bentuk tim (team teaching). Proses pembelajaran pelatihan pada satuan PLS ada tema atau topik pembelajaran terpadu seperti pada topik pengembangan karakter kewirausahaan. Nara sumber teknis materi keterampilan teknis pembuatan produk usaha dan nara sumber teknis pengelolaan usaha mengajar secara tim.
Desain jaring atau webbed, pembelajaran difokuskan pada satu atau beberapa tema. Tiap tema mencakup beberapa topik, konsep, atau masalah dalam sejumlah materi pelajaran atau pokok bahasan. Materi dalam pembelajaran pelatihan saling terhubung antara satu dengan lainnya. Topik “pembelajaran etika bisnis” dan “pentingnya memiliki karakter atau sifat ulet, disiplin, kerja keras”. Topik tersebut terhubung tidak saja dalam materi pengelolaan usaha tetapi juga pada materi keterampilan teknis pembuatan sandal dan topik-topik tersebut isinya materinya akan terus berkembang. Bagaimana membuat produk yang berkualitas, mendapatkan keuntungan dan pemberian upah kerja yang layak dan wajar, topik ini merupakan bagian materi keterampilan pembuatan sandal dan pengelolaan usaha.
Desain terpadu atau integrated, pembelajaran didesain secara terpadu, bahan ajaran dipadukan dari berbagai materi pelajaran, atau pokok bahasan, merangkum materi dari berbagai materi pelajaran. Desain ini disebut juga sebagai pembelajaran interdisiplin atau pembelajaran lintas mata pelajaran atau pokok bahasan (cross-disciplinary). Keterpaduan kedua materi tersebut daat dilihat pada program pembelajaran yang telah diuraikan di muka. Topik membangun dan mengembangkan karakter kewirausahaan merupakan topik yang dihasilkan dari keterpaduan materi keketerampilan teknis pembuatan produk usaha dan materi pengelolaan usaha.
Desain menyatu atau immersed, desain dan pelaksanaan pembelajaran bersatu dengan diri peserta didik. Materi pelajaran atau pokok bahasan, tema atau bahan pembelajaran dipilih oleh peserta didik sendiri yang paling mereka senangi dan butuhkan. Desain ini juga desain terpadu, tidak hanya terpadu antar materi pelajaran juga terpadu antara bahan ajaran dengan diri peserta didik.
Desain jaringan atau networked, desain pembelajaran terpadu yang memadukan bahan ajaran atau pengetahuan dari berbagai materi pelajaran atau pokok bahasan dan berbagai jaringan sumber belajar. Peserta didik berperan sebagai ekspert, mencari, menghimpun dan menyeleksi pengetahuan yang di butuhkan. Pada pembelajaran pelatihan pelibatan peserta didik sebagai ekspert belum banyak terjadi, tetapi penyelenggaraan satuan PLS Mandiri dengan penerapan pembelajaran terpadu telah melibatkan sumber-sumber belajar. Sumber belajar yang terlibat pada proses pembelajaran pelatihan terpadu adalah unsur dunia usaha dan industri, dinas perindustrian dan perdagangan, UPTD SKB, SMK Bisnis dll.

E. KESIMPULAN
Dari seluruh kegiatan penelitian pengembangan model pembelajaran pelatihan pada satuan PLS dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil studi pendahuluan memperoleh temuan bahwa penyelenggaraan pembelajaran pelatihan pada berbagai jenis satuan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) memiliki karakteristik yang bervariasi sesuai dengan jenis keahlian yang dikembangkan pada masing-masing satuan PLS
2. Kondisi pembelajaran pelatihan pada satuan PLS sebelum implementasi model pembelajaran pelatihan terpadu, belum menunjukkan hasil yang optimal. Ketidakberhasilan ini ditandai dengan kualitas produksi dan harga yang belum dapat bersaing. Data ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran pelatihan belum berhasil memajukan sebagian besar anggotanya. Penyebabnya adalah proses pelatihan keterampilan teknis dan pengelolaan usaha, belum memadai untuk memberikan bekal kepada peserta didik sebagai tenaga kerja produktif.
3. Model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS adalah suatu proses pembelajaran pelatihan yang memadukan berbagai komponen pembelajaran. Komponen tersebuat antara lain nara sumber teknis, materi pembelajaran, proses penyajian materi pembelajaran, metodedan evaluasi pembelajaran. Nara sumber teknis atau instruktur melibatkan para pihak yang memiliki keterkaitan dengan jenis keterampilan dan usaha yang ditekuni peserta didik. Narasumber teknis berasal dari unsur penyelenggara, dunia usaha, industri dan unsur lainnya.
4. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada aspek pengetahuan dan keterampilan pembuatan produk, pengelolaan usaha, pengembangan karakter kewirausahaan, kemandirian peserta didik dan adanya manfaat dari hasil Pelatihan Bidang Kesehatan dan KBU sebagai satuan PLS bagi para peserta didik. Peningkatan tersebut diketahui dengan membandingkan hasil evaluasi sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran terpadu, pada tahap pelatihan dan pemagangan.

F. TANGGAPAN
Satuan pembelajaran pada Pendidikan Luar Sekolah yang melengkapi kegiatan persekolahan yaitu seperti; kursus, lembaga pelatihan, program paket, majlis ta’lim, PKBM, dan lain sebagainya memberi peluang untuk siapa saja yang tidak terjamah oleh sistem persekolahan yang memiki persyaratan usia, untuk siapa saja yang pernah drop out tanpa mementingkan latar belakang pendidikan dan ekonomi seseorang.
Pembelajaran pada lingkup Pendidikan Luar Sekolah menekankan pada pembelajaran sepanjang hayat, dimana setiap orang dari berbagai kalangan dan usia dapat melakukan pembelajaran sepanjang hayatnya tanpa harus merasa tertekan dan terbebani.
Pembelajaran pada Pendidikan Luar Sekolah salah satunya yaitu pembelajaran orang dewasa pada institusi terkait yang membelajarkan orang-orang dewasa agar menjadi pribadi yang cakap dan mampu berwirausaha bahkan memiliki pegawai sehingga bermanfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain.
Pembelajaran atau disebut juga dengan pelatihan menuntut pendidik dan peserta didik dapat memotivasi dan termotivasi dengan baik agar kualitas output yang dihasilkan pada suatu pelatihan atau pembelajaran akan menjadi baik, sehingga Pendidikan Luar Sekolah tidak lagi dipandang sebelah mata oleh khalayak ramai.
Namun yang terjadi pada dewasa ini adalah hal yang tidak kita inginkan, proses pembelajaran yang tidak memiliki perubahan dari waktu ke waktu membuat luaran dari pembelajaran dan pelatihan pada program PLS menjadi tidak begitu diminati bahkan terkesan ketinggalan.
Selain itu, proses pembelajaran seperti metode dan taktik belajar pun menjadi faktor penentu berkualitas atau tidaknya output pelatihan yang dihasilkan. Pada artikel ini penulis mencoba menerapkan sistem pembelajaran terpadu. Terdapat delapan dari sepuluh desain kurikulum dan pembelajaran yang ada pada satuan PLS. Kedelapan desain kurikulum dan pembelajaran tersebut adalah desain connected,nested, sequenced, shared, webbed, integrated dan immersed , networked. dua desain kurikulum dan pembelajaran yang tidak termasuk dalam satuan pls bukan berati diabaikan, karena desain kurikulum dan pembelajaran fragmented dan threaded, telah terliput di dalam connected dan networked.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, Hasil ujicoba menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada aspek pengetahuan dan keterampilan pembuatan produk, pengelolaan usaha, pengembangan karakter kewirausahaan, kemandirian peserta didik dan adanya manfaat dari hasil Pelatihan Bidang Kesehatan dan KBU sebagai satuan PLS bagi para peserta didik. Peningkatan tersebut diketahui dengan membandingkan hasil evaluasi sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran terpadu, pada tahap pelatihan dan pemagangan.
Hasil ini bisa dijadikan referensi bagi para pendidik pada Pendidikan Luar Sekolah yang menjadi pendidik pada tiap-tiap pelatihan untuk dapat menerapkan pembelajaran terpadu agar luaran yang dihasilkan dapat berkulitas dan mampu bersaing dengan yang lain.








DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I. (1995). Metodologi Pembelajaran Pada Pendidikan Orang Dewasa. Bandung :Cipta Intelektual

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education). Bandung : Alfabeta.

Balitbang, Depdiknas. (2006). Model-model kurikulum integrasi pendidikan kecakapan hidup pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: PUSKUR Balitbang Depdiknas.

Bogdan, R.C. dan Biklen, S.K. (1992). Qualitative Research for Education : An Introduction toTheory and Methods. Boston : Allyn and Bacon.

Cropley, A.J. (1978). Lifelong Education : A Psychological Analysis. Oxpord : Pergamon Press.

Depdikbud. (1994). Metode dan Teknik Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Direktorat Dikmas.

Dit. Diknas. (1987). Petunjuk Teknis Program Paket A dan program Kejar Usaha. Jakarta :Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjen Diklusepora Depdikbud.

Ditjen PLSP. (2004). Pedoman Penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills) pendidikan nonformal. Jakarta: Ditjen PLS.

Fogarty, Robbin. (1991). How to Integrated the Curricula. IRI/Skylight Publishing, Inc,Palatine: Illions.

Gall, M.D., Gall, J.P. dan Borg, W.R. (2003). Educational Research : An Introduction. SanFransisco : Pearson education.

Joyce, B. dan Weil, M. (2000). Models of Teaching. Boston : Allyn and Bacon.

Kindervatter, S. (1979). Non Formal Education : As An Empowering Process. New York :Printers in The United stated of America.Knowles.

M.S. (1977). The Modern Practice of Adults Education : Andragogy Versus Pedagogy. Chicago : Association Press.

Mappiare, Andi. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya : Bumi Aksara.

Mustofa, Kamil. (2002). Model Pembelajaran Magang bagi Peningkatan Kemandirian Warga Belajar. Disertasi. Bandung : PPS UPI.

Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Silverman, d. (1995). Interpreting Qualitative Data. London : SAGE Publications.

Smith, Rober M. (1982). Learning How to Learn : Aplied Theory for Adults. Chicago : Follett Publishing Company.

Soedomo. (1989). Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pembangunan Sistem Belajar Masyarakat .Jakarta : P2LPTK.

Srinivasan, Lyra. (1979). Perspective on Nonformal Adult Learning. Bandung : BPKB Jayagiri.(Terjemahan).

Sudjana, Djudju. (2001). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan Falsafah Teori Pendukung dan Azas. Bandung : Nusantara Press

-------- (2000). Manajemen Program Pendidikan. Bandung : Falah.

Wentling, Tim. (1993). Planning for Effective Training : A guide to Curriculum Development .Roma : Food and Agricultural Organization of The United Nations.

PENELITIAN SHERLY.....

TUGAS
PENELITIAN PENDIDIKAN II
TENTANG
HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN WARGA BELAJAR
DENGAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN MATEMATIKA
PADA BIMBINGAN BELAJAR MSC KAMPUNG TARANDAM LUBUK ALUNG







OLEH
SHERLY
01286/2008


JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Negara Indonesia merupakan Negara yang berkembang. Untuk mengejar ketinggalan dari negara maju, diperlukan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan merupakan investasi dalam pembanguan yang berkelanjutan dalam rangka globalisasi. Penyiapan pendidikan perlu diadakan dengan tuntutan kompetensi sebagai upaya memacu kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan yang semakin signifikan.
Pendidikan menduduki peranan yang amat penting dalam upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia, karena pendidikan merupakan kekuatan pembangunan nasional, maka dengan demikian mutu pendidikan akan menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan. Pendidikan di Indonesia banyak menghadapi tantangan yang semakin lama semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh munculnya berbagai tantangan sebagai dampak perkembangan IPTEK.
Sesuai dengan Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan menyatakan bahwa “pendidikan dapat diperoleh melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal yang saling melengkapi dan memperkaya”. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan dasar, menengah dan tinggi sementara pendidikan non formal dan pendidikan informal melalui pendidikan dalam masyarakat dan keluarga. Dewasa ini amat sulit untuk menghadapi tantangan tersebut, karena terbatasnya sistem persekolahan yang menyebabkan tidak mampu memacu cepatnya perubahan dan perkembangan tersebut.
Berbagai kelemahan sistem persekolahan diungkapkan, terutama pada aspek-aspek procedural yang dianggap mengeras, kaku, serba ketat dan formalistis. Pada intinya, walaupun sistem persekolahan masih dianggap penting, namun pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak semata-mata mengandalkan system persekolahan semata untuk melayani beraneka ragam kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam.
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya makin banyak bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta mampu memenuhi segala keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga sekolah mampu memenuhi semua keinginan masyarakat. Akibat dari kekurangan dan keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua belah bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik.
Pembinaan dan pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dipandang relevan untuk bias saling isi-mengisi atau topang-menopang dengan system persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan hidupnya sesuai perkembangan zaman.
Philips H. Combs, mengungkapkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah adalah sistem kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
Menurut Sudjana (2000:1) “pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha yang dilakukan secara sadar, sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk membantu warga belajar dalam mengembangkan dirinya sehingga terwujud manusia yang gemar belajar.
Pendidikan non formal atau pendidkan luar sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang terorganisir diluar pendidikan formal, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari satu kegiatan yang lebih luas, yang ditujukan kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan belajarnya (WP.Napitulu, 2000).
Pendidikan luar sekolah disebut juga suatu sistem pendidikan yang didalamnya terdapat kumpulan komponen (unsur-unsur) yang saling berhubungan dan diorganisir untuk mencapai tujuan. Jadi didalam pendidikan luar sekolah telah terkandung semua unsur yang disyaratkan oleh suatu sistem seperti anak didik, pendidik, waktu, materi dan tujuan

Salah satu bentuk pogram Pendidikan Luar Sekolah yang turut serta membantu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yaitu pemberian bimbel. Bimbel merupakan salah satu wadah pendidikan non formal yang bertujuan memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk menyiapkan warga belajar yang berkualitas dan berkuantitas untuk mencapai tujuan nasional pendidikan melalui pemberian pendidikan di luar jam sekolah.
Dalam bimbingan belajar materi yang diajarkan tidak jauh berbeda dengan materi pelajaran di sekolah, tutor yang mengajar pada bimbingan belajar memiliki warga belajar yang biasanya berkisar 15-20 orang dalam satu kelas. Dengan demikian penyampaian bahan ajar dianggap lebih efektif daripada pengajaran dalam kelas. Dengan menggunakan metode yang tidak kaku, serta metode belajar yang mengasyikkan dan tidak membosankan bias membuat warga belajar tidak jenuh untuk belajar.
Salah satu program bimbingan belajar yang diberikan berupa bimbel pelajaran matematika. Pemberian bimbel matematika dianggap mampu mengubah paradigma warga belajar terhadap pelajaran matematika yang selama ini masih menjadi pelajaran yang mengerikan menjadi pelajaran yang disukainya, sehingga berdampak pada hasil belajar warga belajar yang semakin hari semakin meningkat dari biasanya.
Namun kenyataan ini bertolak belakang pada hasil belajar warga belajar di lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung. Walaupun sudah diberikan bimbingan belajar, masih saja ada warga belajar yang tidak mengalami peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran matematika. Sehingga bimbel yang diikuti tidak berpengaruh apa-apa terhadap penguasaan matematika warga belajar. Hal ini terlihat dari hasil belajar warga belajar pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung, 15 dari 20 warga belajar dalam kelas tersebut mendapat nilai di bawah rata-rata.
Keadaan ini tentu akan semakin memperburuk penguasaan warga belajar pada pelajaran matematika yang diberikan oleh tutornya di lembaga bimbel. Berdasarkan fenomena ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji faktor-faktor penyebab rendahnya hasil belajar warga belajar pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung.


B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka identifikasi masalahnya adalah yang berhubungan dengan factor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu factor eksternal dan factor internal.
a. Factor internal
a) Minat
b) Motivasi
c) Kemauan belajar
d) Persepsi
e) Kemampuan dan bakat
f) Kedisiplinan
b. Factor eksternal
a) Metode belajar
b) Lingkungan
1) Lingkungan sekolah
2) Lingkungan keluarga
3) Lingkungan masyarakat
c) Teman sebaya

C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka batasan masalahnya dibatasi pada factor internal, yaitu factor kedisiplinan warga belajar dan dihubungkan dengan hasil belajar warga belajar pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung.

D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah secara umum dapat dirumuskan apakah terdapat hubungan antara tingakat kedisiplinan warga belajar dengan hasil belajar matematika pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung. Secara khusus rumusan masalahnya meliputi:
1. Bagaimana gambaran rata-rata hasil belajar matematika warga belajar dalam belajar di bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung?
2. Bagaimana gambaran kedisiplinan warga belajar dalam belajar di bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung?
3. Apakah terdapat hubungan antara tingkat kedisiplinan dengan hasil belajar matematika pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung?

E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari pnelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran rata-rata hasil belajar matematika warga belajar dalam belajar di bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung
2. Bagaimana gambaran kedisiplinan warga belajar dalam belajar di bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung
3. Apakah terdapat hubungan antara tingkat kedisiplinan dengan hasil belajar matematika pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung

F. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat secara teoritis
a. Mengembangkan ilmu pengetahuan
2. Manfaat secara praktis
a. Masukan untuk tutor

G. DEFENISI OPERASIONAL
1. KEDISIPLINAN
Menurut Slameto (1998:2) disiplin merupakan “suatu sikap yang menunjukkan kesediaan untuk mematuhi dan mendukung ketentuan, tata tertib peraturan, nilai serta kaidah-kaidah yang berlaku”.
Disiplin adalah suatu sikap yang mencerminkan ketaatan terhadap suatu aturan tertentu tanpa adanya paksaan dan kepentingan pribadi yang dilandasi dengan kesadaran sendiri dan tanggung jawab untuk tercapainya suatu tujuan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis.
Yang dimaksud kedisiplinan dalam program bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung adalah kedisiplinan dalam waktu belajar, proses belajar dan mengajar dan kedisiplinan terhadap tata karma warga belajar dalam belajar berdasarkan observasi yang dilakukan.
2. HASIL BELAJAR
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh warga belajar setelah melakukan proses kegiatan belajar. Hasil belajar dapat diungkapkan dalam bentuk angka atau huruf yang menggambarkan tingkat penguasaan warga belajar terhadap apa yang telah dipelajarinya. Hasil belajar yang diperoleh warga belajar setelah proses belajar mengajar dapat diketahui melalui suatu indikator hasil belajar yaitu tes. Hasil belajar dapat dijadikan guru sebagai acuan penilaian.
3. BIMBINGAN BELAJAR
bimbingan belajar adalah suatu bentuk kegiatan dalam proses belajar yang dilakukan oleh seseorang yang telah memiliki kemampuan lebih dalam banyak hal untuk diberikan kepada orang lain yang mana bertujuan agar orang lain dapat menemukan pengetahuan baru yang belum dimilikinya serta dapat diterapkan dalam kehidupannya.















BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. KAJIAN TEORI
1. Disiplin
Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib
Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah prilaku menuju ke hal yang lebih baik itu tidaklah mudah yang kita bayangkan. Perubahan itu melalui perjalanan yang panjang, berjenjang, dan berkesinambungan. Satu-satunya jalur yang dapat ditempuh yakni dengan pendidikan.
Dalam pendidikan luar sekolah warga belajar dikenal dengan istilah warga belajar. Warga belajar adalah orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan. Dalam perkembangannya harus melalui proses belajar. Termasuk di dalamnya belajar mengenal diri, belajar mengenal orang lain, dan belajar mengenal lingkungan sekitarnya. Ini dilakukan agar warga belajar dapat mengetahui dan menempatkan posisinya di tengah-tengah masyarakat sekaligus mampu mengendalikan diri.
Sifat pengendalian diri harus ditumbuhkembangkan pada diri warga belajar. Pengendalian diri di sini dimaksudkan adalah suatu kondisi di mana seseorang dalam perbuatannya selalu dapat menguasai diri sehingga tetap mengontrol dirinya dari berbagai keinginan yang terlalu meluap-luap dan berlebih-lebihan. Berarti dalam sifat pengendalian diri tersebut terkandung keteraturan hidup dan kepatuhan akan segala peraturan. Dengan kata lain, perbuatan warga belajar selalu berada dalam koridor disiplin dan tata tertib. Bila demikian, akan tumbuh rasa kedisiplinan warga belajar untuk selalu mengikuti tiap-tiap peraturan yang berlaku. Mematuhi semua peraturan yang berlaku merupakan suatu kewajiban bagi setiap warga belajar.
Masalah kedisiplinan warga belajar menjadi sangat berarti bagi kemajuan kepribadiannya (Nursisto, 2002:78). Warga belajar yang disiplin dan tertib akan selalu menciptakan proses pembelajaran yang baik. Sebaliknya, warga belajar yang tidak disiplin dan tidak tertib kondisinya akan jauh berbeda. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sudah dianggap barang biasa dan untuk memperbaiki keadaan yang demikian tidaklah mudah. Hal ini diperlukan kerja keras dari berbagai pihak untuk mengubahnya, sehingga berbagai jenis pelanggaran terhadap disiplin dan tata tertib sekolah tersebut perlu dicegah dan ditangkal.
Tingkat kedisiplinan warga belajar umumnya masih tergolong memprihatinkan. Kuantitas pelanggaran yang dilakukan oleh warga belajar semakin bertambah dari waktu ke waktu. Dari berbagai jenis pelanggaran tata tertib sekolah, misalnya banyaknya warga belajar yang bolos atau minggat pada waktu jam belajar, perkelahian, terlambat datang ke lembaga bimbel, malas belajar, sering tidak masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, tidak membuat pekerjaan rumah, merokok, dan lain-lain. Secara garis besar banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh warga belajar akan berpengaruh terhadap kemajuan dan hasil belajar di sekolah.

2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan prestasi yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar mengajar. Seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah terjadi perubahan tingkah laku dalam dirinya dan perubahan itu terjadi karena latihan dan pengalaman. Perubahan itu bersifat kontinu, fungsional, positif dan aktif serta terjadi secara disadari oleh orang yang belajar.
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh warga belajar setelah melakukan proses kegiatan belajar. Hasil belajar dapat diungkapkan dalam bentuk angka atau huruf yang menggambarkan tingkat penguasaan warga belajar terhadap apa yang telah dipelajarinya. Hasil belajar yang diperoleh warga belajar setelah proses belajar mengajar dapat diketahui melalui suatu indikator hasil belajar yaitu tes. Hasil belajar dapat dijadikan guru sebagai acuan penilaian. Tujuan penilaian menurut Slameto (1988:10) adalah “untuk mengetahui penguasaan warga belajar atas berbagai hal yang pernah diajarkan untuk memberikan gambaran tentang pencapaian program-program pendidikan secara menyeluruh”. Dari uraian di atas jelaslah bahwa hasil belajar warga belajar menentukan keberhasilan warga belajar dalam penguasaan konsep yang telah dipelajari.
Dari proses belajar akan diperoleh hasil belajar dalam penilaian suatu perubahan sikap, pengetahuan, nilai dan keterampilan. Menurut Syafruddin (2004: 25) Hasil belajar yang diperoleh oleh warga belajar ialah hasil belajar yang bersifat proses pada saat kegiatan belajar. Hasil belajar yang dihasilkan diperoleh dengan melakukan pengukuran.
Mengukur kegiatan belajar individu berarti membandingkan cara individu berperilaku pada waktu tertentu dengan waktu yang lain dalam suasana yang serupa. Bila perilaku dalam suasana itu berbeda untuk kedua kalinya, maka dapat dikatakan bahwa terjadi belajar. Aspek-aspek individu yang diukur tersebut dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Skor berupa angka-angka ini dijadikan indikator dari aspek individu yang diukur.
Untuk mengetahui hasil belajar yang didapatkan setiap individu, maka diperlukan pengukuran. Informasi pengukuran tersebut didapat melalui ujian dan tugas pendalaman materi. Dengan demikian hasil belajar yang didapatkan warga belajar memberikan bayangan tingkat penguasaan warga belajar atas pengetahuan yang diterimanya. Berkaitan dengan hasil belajar yang diperoleh, Bloom dalam Abdurrahman (2003: 38) membagi hasil belajar tersebut kepada tiga ranah yaitu:
1. Ranah kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, sintesis, dan analisis.
2. Ranah afektif, mencakup penerimaan, partisipasi, penilaian, sikap, organisasi dan pembetukan pola hidup.
3. Ranah psikomotor, terdiri dari persepsi, kesiapan gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan komplek, penyesuaian pola dan kreatifitas.
Dari ketiga tingkatan tersebut, biasanya yang dijadikan ukuran keberhasilan adalah segi kognitif. Tingkatan ini menunjukan tingkatan kualitas hasil belajar yang didapatkan individu yang melakukan kegiatan belajar.


3. Hubungan Kedisiplinan Dengan Hasil Belajar
Proses pembelajaran dilaksanakan untuk dapat melakukan perubahan pada warga belajar. Perubahan ini merupakan perubahan mendasar sebab terkait dengan sikap dan kompetensi warga belajar. Dengan berbagai cara guru membimbing warga belajar agar dapat mencapai tingkat kemampuan tertinggi.
Namun, semua itu sangat tergantung pada tingkat kedisiplinan warga belajar dalam belajar. Dan, menurut penelitian memang ada pengaruh disiplin terhadap hasil belajar warga belajar. Anak-anak yang disiplin dalam belajar mempunyai tingkat kompetensi lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang tidak disiplin.
Pengaruh disiplin terhadap hasil belajar warga belajar memang sangat jelas. Sebagaimana kita ketahui bahwa disiplin artinya ketaatan kita terhadap satu kesepakatan yang telah kita buat untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini hasil belajar warga belajar. Dalam kehidupan kita berlaku satu konsep dasar bahwa siapa yang lebih patuh terhadap keputusan bersama, maka dia akan mendapatkan yang diinginkan.
Dalam dunia pendidikan, kedisiplinan merupakan harga mati yang harus dibayar oleh warga belajar. Kita tidak dapat menerima penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh warga belajar. Oleh karena itulah, maka di dalam proses pendidikan dan pembelajaran kita mengenal adanya reward dan punishment. Kedua hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh warga belajar.
Hal ini harus kita lakukan sebab pengaruh disiplin terhadap hasil belajar warga belajar sangatlah besar. Ini bukanlah ancaman bagi warga belajar tetapi sekedar pengkondisian agar tumbuh dan berkembang sikap disiplin pada pola kehidupan warga belajar

4. Bimbingan Belajar
Menurut A J Jones, bimbingan belajar merupakan suatu proses pemberian bantuan seseorang pada orang lain dalam menentukan pilihan dan pemecahan masalah dalam kehidupannya.
Menurut L D Crow dan A Crow, bimbingan belajar merupakan suatu bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang yang telah terdidik pada orang lain yang mana usianya tidak ditentukan untuk dapat menjalani kegiatan dalam hidupnya.
Jadi, bimbingan belajar adalah suatu bentuk kegiatan dalam proses belajar yang dilakukan oleh seseorang yang telah memiliki kemampuan lebih dalam banyak hal untuk diberikan kepada orang lain yang mana bertujuan agar orang lain dapat menemukan pengetahuan baru yang belum dimilikinya serta dapat diterapkan dalam kehidupannya.
Bimbingan belajar (bimbel) merupakan bagian tidak terpisahkan dalam praktek pendidikan di Indonesia. Jaman dulu, fenomena bimbel lekat dengan les privat dan bimbingan tes menjelang ujian sekolah atau menuju jenjang perguruan tinggi. Pendek kata, bimbel hanyalah sebatas bimbingan ujian untuk menjawab soal dengan cepat dan tepat.
Bimbel telah menjadi suatu kebutuhan sehari-hari sebagai tempat belajar tambahan di luar sekolah. Kebutuhan tersebut terus membesar seiring makin besarnya kesadaran pelajar akan arti pentingnya bimbel untuk mereka. Sebab itu, sekarang ini bimbel-bimbel setiap harinya selalu ramai dan dipenuhi oleh siswa, tidak hanya sebatas ketika musim ujian saja.
Adanya tuntutan dan kegalauan orang tua agar anaknya memperoleh hasil belajar yang optimal menjadi dasar memasukkan anaknya ke lembaga bimbel yang diyakini mampu meningkatkan hasil belajar anaknya, salah satu lembaga bimbel yaitu MSC Kampung Tarandam lubuk Alung.

5. Bimbingan Belajar sebagai Bentuk Program PLS
Menurut Sudjana (2004) bimbel merupakan salah satu bentuk pendidikan luar sekolah, yang kegiatannya terorganisir dan sistematis di luar system persekolahan yang mapan dan dilaksanakan secara mandiri yang sengaja dilakukan untuk melayani warga belajar didalam mencapai tujuan belajar.
a) Fungsi bimbel
1. Memberikan pengetahuan kepada warga belajar agar mempunyai ilmu pengetahuan yang berguna di masyarakat
2. Sebagai penambah dan pelengkap dari mata pelajaran yan ada di sekolah
b) Tujuan bimbel
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman warga belajar
2. Memeberikan cara belajar/tak-tik belajar agar belajar lebih menyenangkan
3. Memberikan penyelesaian dan pemecahan soal yang terbaru dan dimengerti warga belajar
c) Program bimbel
1. Program bimbel intensif
Program bimbel yang diikuti warga belajar dalam kurun waktu tertentu
2. Program bimbel super intensif
Program bimbel yang dilaksanakan oleh setiap warga belajar yang ingin menambah pengetahuan pada mata pelajaran dan untuk tujuan tertentu
3. Program bimbel SPMB
Program bimbel yang dilaksanakan oleh warga belajar untuk menambah pengetahuan guna mengikuti SPMB

Pendidikan Luar Sekolah merupakan kegiatan yang dilaksanakan diluar system persekolahan, baik dilembaga ataupun tidak. Bimbel merupakan salah satu bentuk program Pendidikan Luar Sekolah yang bertujuan memberikan pengetahuan kepada sasara didik di luar kegiatan persekolahan.
Sasaran yang ingin dicapai oleh guru di sekolah dalam pembelajaran matematika di kelas cukup luas. Sedangkan waktu yang tersedia amat terbatas. Sehingga pemahaman warga belajar terhadap pembelajaran matematika menjadi kurang baik, dan jika hal ini terjadi, maka akan berpengaruh terhadap hasil belajar warga belajar.
Namun mengikuti program bimbel saja tidaklah cukup tanpa diiringi dengan kedisiplinan masing-masing warga belajar, dengan harapan penguasaan pelajaran matematika yang optimal dan hasil belajar yang baik.

B. KERANGKA BERFIKIR
Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan sebelumnya maka hal utama dalam penelitian ini adalah mengetahui ada hubungan antara tingkat kedisiplinan dengan hasil belajar matematika pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung. Adapun variabel X (variabel terikat) yaitu tingkat kedisiplinan dan variabel Y (variabel bebas) yaitu hasil belajar.



Variabel X Variabel Y
C. HIPOTESIS MASALAH
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dikemukakan sebelumnya maka hipotesis masalahnya adalah terdapat hubungan yang signifikan dari tingkat kedisiplinan dengan hasil belajar matematika pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung .





















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian ini termasuk penelitian korelasional karena antara kedisiplinan warga belajar pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung. Seperti yang dikemukakan oleh Usman dalam Muhammad (2002:12) bahwa “penelitian korelasional bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada satu faktor berhubungan dengan variasi-variasi/ lebih faktor lain berdasarkan koefesien kolerasi” adapun penelitian ini akan penulis lakukan dengan pendekatan kuantitatif.

B. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Maka dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh peseta didik yang terdaftar di lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung.
Cirri-ciri dari populasi pada penelitin ini adalah:
1. Terdaftar sebagai warga belajar bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung.
2. Mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku
3. Bertempat tinggal disekitar lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung
Maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah warga belajar di lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung pada pelajaran matematika berjumlah 46 orang.



2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang harus representatif, artinya segala karakteristik populasi tercermin pada sampel yang diambil. Karena populasi yang ada <100, maka semua populasi yang berjumlah 46 orang diambil untuk dijadikan sampel.

C. JENIS , VARIABEL DATA DAN SUMBER DATA
1. Jenis data
Berdasarkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, data dapat dikelompokkan berupa data primer yaitu data tentang kedisiplinan warga belajar dan data sekunder yaitu data tentang hasil belajar metematika warga belajar di lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung
Data berupa kedisiplinana mencakup:
a) Kedisiplinan waktu belajar
b) Kedisiplinan dalam proses belajar mengajar
c) Kedisiplinana dalam tata tertib
d) Data hasil belajar warga belajar
2. Variabel Data
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas
Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel independent atau terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah tingkat kedisiplinan
2. Variabel terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi suatu akibat adanya variabel bebas, yang menjadi variabel terikat adalah hasil belajar warga belajar di lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung
3. Sumber data
Sumber data untuk jenis tingkat kedisiplinan warga belajar diperoleh dari warga belajar dan jenis data untuk hasil belajar warga belajar dalam pelajaran matematika diperoleh melalui dokumen nilai pada tutor mata pelajaran matematika.

D. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen adalah sarana untuk memperoleh data, maka instrumen yang digunakan untuk penelitian disusun dengan cara menjabarkan variable kepada beberapa sub variable. Setelah sub variable ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan indicator dari sub variable
Indicator ditetapkan berdasarkan kedisiplinan warga belajar dalam belajar, setelah itu barulah dirumuskan butir pertanyaan untuk mengetahui kedisiplinan warga belajar pada lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur hubungan tingkat kedisiplinan dengan hasil belajar adalah berupa pertanyaan berbentuk skala penilaian dengan alternative jawaban yaitu pola Skala Likert yaitu skala dalam bentuk kuntinum yang terdiri dari 5 kategori dan pernyataan angket yang bersifat positif dan negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel : Daftar Skor Jawaban Setiap Pertanyaan Berdasarkan Sifatnya
Pertanyaan Sifat Pernyataan
Positif Negatif
Selalu (SL) 5 1
Sering (SR) 4 2
Kadang-kadang (KD) 3 3
Jarang (JR) 2 4
Tidak Pernah (TP) 1 5
Butir pertanyaan yang disusun dapat digunakan untuk melihat kedisiplinan warga belajar dalam belajar matematika mencakup dari ketepatan waktu dalam belajar, prosess belajar mengajar dan juga tata tertib dalam belajar.

1. Uji Coba Instrumen
Butir pertanyaan yang dibuat dalam bentuk pedoman observasi, sebelum dilakukan obeservasi yang sesungguhnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas dan keterandalan instrument. Dalam uji coba instrument di uji cobakan 10 responden yang luar dari sampel.

2. Uji validitas
Menurut Arikunto (2003:329) menjelaskan bahwa yang dimaksud validitas adalah ketepatan mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir pertanyaan tersebut. Untuk mengetahui validitas instrument, di gunakan rumus korelasi tata jenjang dari Sperman sebagai berikut:

Rho = 1 -
Keterangan :
Rho : Koefesien korelasi tata jenjang
B : Beda yaitu selisih antara variabel 1 dan variabel 2
N : Banyaknya subjek pemilik nilai

3. Uji reliabilitas instrument
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar suatu pengukuran mengukur dengan stabil atau konsisten. Instrumen yang dipercaya untuk digunakan sebagai alat mengumpulkan data karena instrument penelitian yang baik, dan rumus yang digunakan adalah rumus k-R21 yang di kemukakan oleh Arikunto (2005:17) yaitu:




Keterangan:
Rn : Reabilitas Instrument
k : Banyaknya butir (pertanyaan)
M : Rata-rata skorseluruh butir (pertanyaan)
Vt : Validitas total
E. TEKNIK DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Untuk data tentang kedisiplinan warga belajar diperoleh melalui teknik observasi langsungpada warga belajar di lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung dengan menggunakan panduan observasi dalam bentuk daftar cek. Adapun data tentang hasil belajar pada mata pelajaran Matematika diperoleh melalui studi dokumentasi dari tutor mata pelajaran Matematika dengan menggunakan blangko pencatatan.

F. TEKNIK ANALISA DATA
Untuk data tentang gambaran kedisiplinan warga belajar dengan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika di lembaga bimbel MSC Kampung Tarandam Lubuk Alung diambil dengan mengunakan nilai rata-rata. Hal ini sesuai dengan pendapat Iqbal Hasan (2001:71) yang menyatakan bahwa” nilai rata-rata dapat dihitung berdasartkan keseluruhan nilai yang terdapat dalam data yang bersangkutan”.
Adapun rumus yang digunakan adalah rata-rata hitung (mean) seprti tertera dibawah ini:
Rumus:

Keterangan:
: Mean
Xi : Data Pengamatan ke i
n : Jumlah data sampel
Untuk melihat hubungan antara kedisiplinan dengan hasil belajar digunakan teknik analisis dalam melakukan data tersebut adalah rumus produk moment yang mana teknik ini dipilih untuk melihat hubungan antara satu variable dengan variable lainnya.
Rumus produk moment:
rxy =
Keterangan :
= Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
∑xsy= Jumlah perkalian x dan y
X2= Kuadrat dari x
y2 = Kuadrat dari y
n = Banyaknya item