Senin, 13 Juni 2011

ARTIKEL PROFESI PLS

TUGAS AKHIR SEMESTER
ARTIKEL
TENTANG
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PELATIHAN
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU
PADA SATUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Oleh :
Hj. Melly Sri Sulastri Rifai, Mustofa Kamil






OLEH
S H E R L Y
01286/2008






JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PELATIHAN
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU
PADA SATUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Oleh :
Hj. Melly Sri Sulastri Rifai, Mustofa Kamil

ABSTRAK

Kegiatan pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tidak sebagaimana umumnya dilakukan dalam pendidikan sekolah, karena PLS berorientasi pada pendidikan sepanjang hayat. Pada Pendidikan Luar Sekolah (PLS), dikenal istilah membelajarkan peserta belajar. Membelajarkan dalam PLS memiliki konteks yang bervariasi, di samping perbedaan dan penerapannya. Istilah-istilah yang dikenal antara lain berupa bantuan dalam arti memberi bantuan untuk memberikan kemudahan (to facilitate), mendorong (to motivate) dan atau bimbingan belajar. Penerapnnya akan tergantung pada situasi kegiatan belajar yang akan atau sedang dilakukan. Pembelajaran pada pendidikan luar sekolah merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh sumber belajar yang dapat menyebabkan warga belajar melakukan kegiatan belajar. Dari kegiatan pembelajaran pada pendidikan luar sekolah yang telah diilustrasikan tersebut, perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengembangkan model pembelajaran pelatihan yang sesuai dengan konteks dari satuan PLS. Model pembelajaran pelatihan sebagai produk akhir dari penelitian ini, dikembangkan dengan menggunakan pendekakatan Research and Development (R & D). Dari penelitian yang telah dilakukan menghasilkan desain model pembelajaran pelatihan terpadu sebagai hasil uji coba pada dua jenis satuan PLS, yaitu KBU dan Pelatihan Bidang Kesehatan.

Kata Kunci : Model, Pembelajaran, Pelatihan, PLS

A. PENDAHULUAN
Belajar sepanjang hayat telah menjadi suatu kebutuhan bagi setiap individu, karena belajar itu sendiri merupakan proses, pemahaman dan keahlian yang dapat dipelajari dan dapat diajarkan. Apabila proses belajar sepanjang hayat mutlak diperlukan, maka bagaimana cara belajar diduga dapat dilaksanakan dengan mudah, sehingga belajarpun menempati kepentingan yang nyata. Belajar sepanjang hayat merupakan bagian dari kehidupan yang abadi pada setiap orang, sehingga orang itu dapat mengakses pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk meningkatkan kemampuan dan motivasi belajar yang berlangsung baik di sekolah maupun diluar sekolah.
Pendidikan sepanjang hayat dapat dijabarkan ke dalam program-program pendidikan formal, non formal maupun informal. Pendidikan sepanjang hayat merupakan landasan yang kuat dalam menumbuhkan masyarakat gemar belajar, sebagai prasyarat bagi tumbuhnya masyarakat terdidik. Penekanan yang perlu menjadi perhatian sebagaimana dikemukakan Djudju Sudjana (2001 : 224), bahwa : “kegiatan belajar yang dilakukan oleh setiap warga masyarat tidak terbatas hanya untuk mengetahui atau belajar sesuatu (learning how to learn), tidak pula belajar hanya untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan (learning how to be) atau (learning how to live).
Pendidikan sepanjang hayat ini lebih difokuskan pada pendidikan orang dewasa. Istilah pendidikan orang dewasa digunakan setidaknya dengan tiga cara, yaitu : Pertama, digunakan untuk menggambarkan sebuah proses dimana orang melanjutkan untuk belajar setelah pendidikan formalnya berhenti. Kedua, adalah untuk menunjukkan aktivitas organisasi lembaga dan institusi yang disediakan untuk orang dewasa. Ketiga adalah untuk menyampaikan ide dari sebuah bidang sosial atau praktisi atau pergerakan.
Pendidikan orang dewasa yang dimaksud saat ini telah berkembang di masyarakat melalui program-program pelatihan pada Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Pelatihan merupakan istilah yang meliputi bermacam-macam kegiatan. Waktu pelaksanaan kegiatan bervariasi mulai dari jangka waktu pendek seperti pelatihan satu hari yang dilangsungkan secara demonstrasi dilapangan, sampai pada jangka waktu panjang seperti pengembangan profesionalisme yangdiselenggarakan dalam jangka waktu beberapa bulan.
Pelatihan merupakan proses untuk memfasilitasi belajar setiap individu atau kelompok orang yang akan diuntungkan dengan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap baru.Belajar melalui pelatihan pada program Pendidikan Luar Sekolah ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Pembelajar memutuskan apa yang penting untuk dipelajari.
2) Pembelajar perlu untuk memvalidasi informasi berdasarkan kepercayaan dan pengalaman mereka.
3) Pembelajar merupakan orang-orang yang berpengalaman dan mungkin sudah memiliki pandangan yang tetap terhadap suatu permasalahan.
4) Pembelajar mungkin memiliki pengetahuan yang luas dan dapat menyediakan informasi dan bimbingan kepada peserta pelatihan lainnya.
5) Pembelajar mengharapkan apa yang mereka pelajari dapat segera mereka manfaatkan.
Dalam upaya memberikan pengalaman belajar kepada warga belajar yang sesuai dengan karakteristik tersebut di atas, perlu adanya inovasi-inovasi baru khususnya dalam penyelenggaraan pelatihan keterampilan pada program PLS. Inovasi yang dapat dilakukan dalam pelatihan keterampilan diantaranya dengan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan durasi pelatihan, peserta pelatihan, biaya pelatihan dan program pelatihan itu sendiri.
Penelitian ini akan mengkaji peran model pembelajaran pelatihan keterampilan pada program Pendidikan Luar Sekolah. Fokus penelitian ini adalah penciptaan model pembelajaran serta pengkajian tentang keefektifannya dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Penelitian ini perlu dilakukan, karena pelatihan keterampilan pada program Pendidikan Luar Sekolah merupakan program belajar yang penting di dalam memberikan bekal kepada para peserta pelatihan untuk hidup mandiri. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi terobosan yangdapat meningkatkan proses pembelajaran pada berbagai jenis pelatihan keterampilan dalamprogram Pendidikan Luar Sekolah, yang pada akhirnya diharapkan memberikan peluang kepada peserta pelatihan untuk mampu membuka lapangan kerja baru baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Satuan Pendidikan Luar Sekolah
Satuan Pendidikan Luar Sekolah yang sudah berkembang dan dikenal oleh masyarakat yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat sebagai berikut:
a) Kursus
Lembaga kursus adalah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan kursus, baik oleh perorangan maupun kelompok/lembaga dan mendapat ijin dari insantansi berwenang. Kursus dapat diselenggarakan pula oleh lembaga internasional atau badan kelembagaan swasta asing di wilayah Republik Indonesia dengan ketentuan harus tunduk pada peraturan perundang-undangan dan hokum yang berlaku di Indonesia.
Satuan kursus diselenggarakan bagi peserta didik yang memerlukan pengembangan diri, bekerja mencari nafkah dan melanjutkan pendidikan. Kursus terdiri dari tiga tingkat kemampuan, yaitu: dasar, menengah dan lanjutan. Kursus umumnya diselenggarakan oleh lembaga kemasyarakatan yang berkembang pesat dalam jumlah lembaga penyelenggara serta jenis-jenis program mampu merespons dan mengorganisir kebutuhan masyarakat.
b) Lembaga Pelatihan
Lembaga pelatihan adalah lembaga atau organisasi yang mengembangkan PLS baik lembaga pemerintahan ataupun swasta yang menyelenggarakan kegiatan pelatihan. Pelatihan sendiri merupakan suatu proses pembelajaran yang memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan yang sekarang sesuai dengan standar. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai kebutuhan organisasi atau individu dalam lingkup lembaga tersebut. (Pusdiklat Pegawai Depdiknas, 2003). Lebih lanjut Craig (Hanurani, 2003) menyatakan bahwa pelatihan adalah kegiatan yang disengaja untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang-orang atau lembaga dalam upaya membina dan meningkatkan produktivitas.
Pelatihan tidak dapat dilakukan begitu saja, tetapi pada pelaksanaannya pelatihan harus melalui beberapa tahapan. Pada setiap pelaksanaan pelatihan tidak harus sama tahapannya, tetapi tahapan ini disesuaikan dengan jenis pelatihannya, kesiapan panitia, dana dan sarana yang tersedia. Tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan dalam suatu pelatihan adalah : 1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, 2) merumuskan tujuan pelatihan, 3) merancang kurikulumpelatihan, 4) mengembangkan metode pelatihan, 5) menentukan pola evaluasi pelatihan, 6) melaksanakan program pelatihan dan 7) mengukur hasil pelatihan.

c) Kelompok Belajar
Satuan kelompok belajar (Kejar) diselenggarakan bagi sekumpulan peserta didik dengan saling membelajarkan untuk mengembangkan diri dan melanjutkan ke tingkat selanjutnya. Kelompok belajar meliputi Kejar Paket A setara SD, Kejar Paket B setara SMP, Kejar Paket C setara SMA, Keaksaraan Fungsional (KF), Kelompok Belajar Usaha (KBU). Kejar diselenggarakan oleh instansi pemerintah seperti Muslimat, Nasyatul Aisyiah, Pondok pesantren dan lembaga kemasyarakatan seperti PKK, LKMD.

d) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
PKBM merupakan suatu tempat kegiatan pembelajaran masyarakat yang diarahkan untuk pemberdayaan potensi desa, menggerakan pembangunan di bidang social, ekonomi, dan budaya. Secara alami, PKBM telah ada sejak manusia mengenal kegiatan belajar bersama, sedangkan secara kelembagaan PKBM baru lahir pada Agustus 1998. PKBM berperan untuk memberikan wahana bagi masyarakat yang memenuhi kebutuhan berupa pengetahuan dan keterampilan yang bermakna bagi kehidupannya. Azas PKBM adalah dari, oleh dan untuk masyarakat.

e) Majelis Taklim
Majelis taklim merupakan salah satu satuan pendidikan nonformal yang bergerak dalam bidang keagamaan Islam. Sebenarnya, menurut Tutty Alawiyah dalam bukunya “Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim”, istilah majelis taklim pada mulanya lahir dari pengajian di Masjid Al-Barkah yang dikelola K.H. Abdullah Syafi’ie. Penamaan majelis taklim akhirnya memunculkan identitas tersendiri yang membedakan dengan pengajian umum biasa, yaitu sifatnya yang tetap dan berkesinambungan. Oleh karena perannya di masyarakat, majelis taklim disebutkan dalam undang-undang sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal. (Alawiyah, 2006).

2. Prinsip Belajar dalam Pelatihan
Prinsip-prinsip umum belajar dalam pelatihan yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Peserta pelatihan harus termotivasi untuk belajar, karena motivasi merupakan felemen yang khas bagi setiap orang, maka instruktur secara kreatif harus mengidentifikasi setiap kelompok peserta. Motivasi dapat disajikan sebagai titik tolak dari pelatihan yang diletakkan pada sesi awal yang kemudian dibangun selanjutnya dalam pembelajaran
b. Belajar merupakan proses aktif dan partisipatif. Kondisi ini mengandung arti bahwa pembelajar harus terlibat dalam pembelajaran tidak hanya menjadi pendengar saja.Keterlibatan peserta dapat diciptakan melalui kegiatan diskusi, pengajuan pertanyaan, kegiatan praktek, kerja lapangan, bermain peran, demonstrasi.
c. Peserta harus mendapat pengarahan dan umpan balik. Pelatihan harus meliputi umpan balik terhadap peserta sehingga mereka mengetahui seberapa banyak belajar sehingga mereka mengetahui pula berapa banyak mereka telah menguasai keterampilan yang diberikan melalui pelatihan.
d. Materi pelatihan harus disiapkan dengan tepat. Materi yang mendukung pelatihan harus secara efektif disiapkan dan digunakan. Pembelajaran berbasis masalah, proyek, aktivitas latihan, diskusi dan metode-metode lain harus mengandung materi yang secara diyakini dapat menunjang pembelajaran.
e. Kesempatan untuk melakukan latihan harus disediakan dalam pelatihan. Instruktur harus menyediakan waktu yang cukup bagi peserta untuk berlatih pengetahuan dan keterampilan yang diberikan dalam pelatihan. Latihan dapat membantu membangun rasa percaya diri peserta dan memberi kesempatan bagi mereka untuk saling membantu satu sama lainnya.
f. Metode pelatihan harus bervariasi. Multimetode dalam pelatihan dapat menstimulasi keterkaitan peserta terhadap pelatihan dan menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam berbagai cara.
g. Peserta harus mendapat penguatan dari tingkah laku yang diinginkan. Peserta harus mengetahui kapan mereka menunjukkan tugas atau materi pembelajaran secara benar. Mereka harus mendapatkan petunjuk bahwa apa yang mereka tampilkan benar. Penguatan dapat dilakukan dengan memberi komentar oleh instruktur, nilai tes, atau mengerjakan proyek dan hasil yang digunakan dalam pelatihan. Penguatan ini harus direncanakan dan dimasukkan dalam rencana pembelajaran.
h. Standar dari penampilan dan harapan harus dikomunikasikan dengan jelas pada peserta.
i. Pelatihan harus menunjukkan macam dan level yang berbeda dari pembelajaran. Pembelajaran meliputi : 1) pengetahuan dan kemampuan intelektual, 2) keterampilan motorik, 3) perasaan dan sikap yang masing-masing memiliki tingkatannya sendiri. Setiap tingkatan dan tipe belajar ini memerlukan metode dan latihan yang berbeda yang harus direncanakan dalam pelatihan.

3. Model Pembelajaran dalam Pelatihan
Model pembelajaran yang dapat dikembangkan pada pelatihan keterampilan dapat dipilih dari rumpun yang berhubungan dengan perilaku (behavioral), karena program Pendidikan Luar Sekolah pada intinya mendasarkan pada teori pembelajaran behaviorism. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar, yang menjadi prinsip dalam pelatihan keterampilan. Model mengajar dari rumpun sistem tingkah laku (the behavioral systems family of models, Joyce : 2000) yang dapat diterapkan pada pelatihan keterampilan diantaranya adalah belajar tuntas.
Belajar tuntas merupakan suatu kerangka dalam merencanakan pembelajaran yang berurutan, dirumuskan oleh John B. Carroll (1971) dan Benyamin Bloom (1971). Belajar tuntas disajikan secara ringkas dan menarik untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar (kinerja) peserta didik. Secara tradisional, kecerdasan dianggap sebagai karakter yang berhubungan dengan hasil belajar peserta didik. Carroll memandang kecerdasan sebagai sejumlah waktu yang digunakan seseorang untuk belajar dibanding kapasitasnya untuk menguasai bahan ajar. Dalam pandangan Carroll, peserta didik yang mempunyai penguasaan bahan ajar dibanding dengan peserta didik yang mempunyai kecerdasan lebih tinggi.
Bloom mengubah pandangan Carroll ke dalam sebuah sistem dengan mengikuti karakteristik
a) Penguasaan didefinisikan dalam istilah pencapaian tujuan utama dalam pembelajaran
b) Materi ajar dibagi dalam unit terkecil yang akan dipelajari
c) Penentuan materi ajar dan pemilihan startegi pembelajaran
d) Setiap unit disertai dengan tes diagnostik untuk mengukur kemajuan peserta didik (evaluasiformatif) dan menentukan masalah yang dihadapi masing-masing peserta didik
e) Hasil tes digunakan untuk memberikan pengajaran pengayaan dan remedial

Belajar tuntas menurut pembelajaran individual, peserta didik bekerja bebas dengan bahan ajar yang diberikan setiap hari (setiap beberapa hari), tergantung pada kemampuan dan gaya belajarnya. Model belajar tuntas yang dapat diterapkan pada pembelajaran di PLS adalah Individually Prescribed Instructional Program (IPI). Tujuan dari IPI adalah :
1) Memungkinkan setiap peserta didik untuk mempelajari unit bahan ajar yang berurutan
2) Menjadikan setiap peserta didik mencapai derajat penguasaan
3) Mengembangkan inisiatif sendiri dalam belajar
4) Mengembangkan proses problem solving
5) Mendorong evaluasi diri dan motivasi untuk belajar

Belajar tuntas dapat diterapkan pada pembelajaran pelatihan di berbagai satuan PLS, karena merupakan strategi pembelajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran kepada peserta diantara peserta didik. Belajar tuntas dirancang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pembelajaran klasikal, antara lain hanya peserta didik yang pandai yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan peserta didik yang kurang pandai hanya mencapai sebagian dari tujuan instruksional. Belajar tuntas juga dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai pelajaran dan kompetensi yang dipelajarinya sesuai dengan standar, melalui langkah-langkah pembelajaran secara bertahap, utuh, dan tuntas; sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning).

Organisasi pembelajaran tuntas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a) Ditetapkan batas minimal tingkat kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik
b) Menggunakan pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar peserta didik mencapai standar minimal
c) Peserta didik tidak diperkenankan pindah topik atau pekerjaan berikutnya, apabila topik atau pekerjaan yang sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal
d) Memberikan kemampuan yang utuh, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
e) Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mencapai standar minimal, sesuai dengan irama dan kemampuan belajarnya masing-masing
f) Disediakan program remedial bagi peserta didik yang lambat, dan program pengayaan bagi peserta didik yang lebih cepat menguasai kompetensi Penerapan model belajar tuntas pada pelatihan ini diperlukan kemampuan dan kreativitas instruktur di dalam mengkemas kegiatan pembelajaran pelatihan sebagai satuan Pendidikan Luar Sekolah.

C. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development ). Subjek penelitian dipilih dua jenis satuan Pendidikan Luar Sekolah, yaitu Pelatihan Bidang Kesehatan dan KBU sebagai sampel dari kota dan kabupaten di Jawa Barat. Langkah-langkah penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : (1) Studi Pendahuluan, (2) Pengembangan Model, dan (3) Uji Model.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Pelatihan Pada Satuan Pendidikan Luar Sekolah ini telah mencapai hasil sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS yang dapat meningkatkan kemandirian peserta didik.
Model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS adalah suatu proses pembelajaran pelatihan yang memadukan berbagai komponen pembelajaran. Komponen tersebuat antara lain sumber teknis, materi pembelajaran, proses penyajian materi pembelajaran, metode dan evaluasi pembelajaran. Narasumber teknis atau instruktur melibatkan para pihak yang memiliki keterkaitan dengan jenis keterampilan dan usaha yang ditekuni peserta didik. Narasumber teknis berasal dari unsur penyelenggara, dunia usaha, industri dan unsur lainnya. Adanya keterpaduan antara materi keterampilan teknis pembuatan produk usaha dan materi pengelolaan usaha. Proses pembelajaran dilakukan melalui proses pelatihan, pemagangan, pemandirian. Metode pembelajaran yang relevan sehingga peserta didik dengan cepat dan tepat menguasai pengetahuan, keterampilan dan mengembangkan sikap dan karakter kewirausahaan. Evaluasi yang bersifat menguji pengetahuan dilakukan oleh penyelenggara sedangkan yang menyangkut penguasaan keterampilan dan keahlian dilakukan oleh dunia usaha dan industri atau pengujian yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. Untuk lebih jelasnya, model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS dapat dijelaskan sebagai berikut.
Hasil ujicoba menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada aspek pengetahuan dan keterampilan pembuatan produk, pengelolaan usaha, pengembangan karakter kewirausahaan, kemandirian peserta didik dan adanya manfaat dari hasil pembelajaran dan pelatihan bagi para peserta didik. Peningkatan tersebut diketahui dengan membandingkan hasil evaluasi sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran pelatihan terpadu.

2. Pembahasan
Penerapan model pembelajaran terpadu pada satuan PLS telah menunjukan keberhasilannya dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap kewirausahaan peserta didik. Aspek-aspek kemandirian peserta didik sebagian diantaranya sudah tercapai. Peneliti mencermati setelah penerapan model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS dan dihubungkan dengan desain kurikulum dan pembelajaran terpadu, Fogarti (1991).Penyelenggaraan satuan PLS memiliki karakteristik desain kurikulum dan pembelajaran“gabungan” tidak merujuk pada salah satu desain kurikulum dan pembelajaran.
Ada delapan dari sepuluh desain kurikulum dan pembelajaran yang dikemukakan Fogarti (1991) yang ada pada satuan PLS. Kedelapan desain kurikulum dan pembelajaran tersebut adalah desain connected,nested, sequenced, shared, webbed, integrated dan immersed ,networked . Dua desain kurikulum dan pembelajaran yang tidak termasuk dalam satuan PLS bukan berati diabaikan, karena desain kurikulum dan pembelajaran fragmented dan threaded, telah terliput di dalam connected dan networked.
Desain terhubung atau connected, dalam satu materi pembelajaran atau pokok bahasan didesain dengan cara menghubungkan satu topik dengan topik lainnya, satu konsep dengan konsep lainnya pada kurun waktu yang sama ataupun berbeda. Topik atau sub pokok bahasan pada setiap materi saling terhubung, baik pada materi keterampilan teknis pembuatan sandal, pengelolaan usaha maupun materi membangun dan mengembangkan karakter kewirausahaan, karena topik atau sub pokok bahasan pada setiap materi pembelajaran pelatihan dirancang dan saling terhubung. Peserta didik diharapkan memiliki keterampilan dan etos kerja dalam pembuatan produk, memiliki sikap kewirausahaan baik berperan sebagai pekerja maupun dalam pengelolaan usaha.
Desain sarang atau nested, dalam satu materi pelajaran atau bidang studi, satu topik bahasan diarahkan untuk menguasai beberapa kemampuan atau keterampilan, seperti keterampilan berpikir (intelektual), keterampilan sosial, keterampilan motorik. Semua materi inti pembelajaran pelatihan dirancang agar peserta didik memiliki kemampuan dalam aspek berpikir, sosial dan keterampilan. Pada materi keterampilan teknis pembuatan produk, kemampuan berpikir dituntut ketika peserta didik belajar bagaimana menganalisis pasar dan kebutuhan konsumen serta strategi pemasaran. Kemampuan sosial, bahwa dalam pembuatan produk usaha merupakan proses melibatkan banyak orang dari hulu sampai hilir, kemampuan sosial sangat diperlukan dan harus dikuasai oleh peserta didik.
Desain paralel atau sequenced, antara dua atau lebih materi pelajaran atau pokok bahasan pada waktu yang bersamaan ada kesamaan atau ada hubungan topik, bahan, konsep ataupun kemampuan yang dikembangkan. Desain paralel ini dapat ditemui bahwa semua materi pembelajaran pelatihan, baik itu materi penunjang terlebih materi inti saling terhubung. Topik tentang karakter pengusaha membahas hidup disiplin, hemat, ulet dan berorientasi pasar, topik tersebut terkait dan dibahas pada materi keterampilan teknis pembuatan sandal, pengelolaan usaha dan pengembangan karakter kewirausahaan.
Desain berbagi atau shared. Pendidik dari dua atau lebih materi pelajaran atau pokok bahasan yang mengajarkan bahan, konsep, kemampuan yang memiliki kesamaan atau terkait,berbagi tugas dan mereka mengajar dalam bentuk tim (team teaching). Proses pembelajaran pelatihan pada satuan PLS ada tema atau topik pembelajaran terpadu seperti pada topik pengembangan karakter kewirausahaan. Nara sumber teknis materi keterampilan teknis pembuatan produk usaha dan nara sumber teknis pengelolaan usaha mengajar secara tim.
Desain jaring atau webbed, pembelajaran difokuskan pada satu atau beberapa tema. Tiap tema mencakup beberapa topik, konsep, atau masalah dalam sejumlah materi pelajaran atau pokok bahasan. Materi dalam pembelajaran pelatihan saling terhubung antara satu dengan lainnya. Topik “pembelajaran etika bisnis” dan “pentingnya memiliki karakter atau sifat ulet, disiplin, kerja keras”. Topik tersebut terhubung tidak saja dalam materi pengelolaan usaha tetapi juga pada materi keterampilan teknis pembuatan sandal dan topik-topik tersebut isinya materinya akan terus berkembang. Bagaimana membuat produk yang berkualitas, mendapatkan keuntungan dan pemberian upah kerja yang layak dan wajar, topik ini merupakan bagian materi keterampilan pembuatan sandal dan pengelolaan usaha.
Desain terpadu atau integrated, pembelajaran didesain secara terpadu, bahan ajaran dipadukan dari berbagai materi pelajaran, atau pokok bahasan, merangkum materi dari berbagai materi pelajaran. Desain ini disebut juga sebagai pembelajaran interdisiplin atau pembelajaran lintas mata pelajaran atau pokok bahasan (cross-disciplinary). Keterpaduan kedua materi tersebut daat dilihat pada program pembelajaran yang telah diuraikan di muka. Topik membangun dan mengembangkan karakter kewirausahaan merupakan topik yang dihasilkan dari keterpaduan materi keketerampilan teknis pembuatan produk usaha dan materi pengelolaan usaha.
Desain menyatu atau immersed, desain dan pelaksanaan pembelajaran bersatu dengan diri peserta didik. Materi pelajaran atau pokok bahasan, tema atau bahan pembelajaran dipilih oleh peserta didik sendiri yang paling mereka senangi dan butuhkan. Desain ini juga desain terpadu, tidak hanya terpadu antar materi pelajaran juga terpadu antara bahan ajaran dengan diri peserta didik.
Desain jaringan atau networked, desain pembelajaran terpadu yang memadukan bahan ajaran atau pengetahuan dari berbagai materi pelajaran atau pokok bahasan dan berbagai jaringan sumber belajar. Peserta didik berperan sebagai ekspert, mencari, menghimpun dan menyeleksi pengetahuan yang di butuhkan. Pada pembelajaran pelatihan pelibatan peserta didik sebagai ekspert belum banyak terjadi, tetapi penyelenggaraan satuan PLS Mandiri dengan penerapan pembelajaran terpadu telah melibatkan sumber-sumber belajar. Sumber belajar yang terlibat pada proses pembelajaran pelatihan terpadu adalah unsur dunia usaha dan industri, dinas perindustrian dan perdagangan, UPTD SKB, SMK Bisnis dll.

E. KESIMPULAN
Dari seluruh kegiatan penelitian pengembangan model pembelajaran pelatihan pada satuan PLS dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil studi pendahuluan memperoleh temuan bahwa penyelenggaraan pembelajaran pelatihan pada berbagai jenis satuan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) memiliki karakteristik yang bervariasi sesuai dengan jenis keahlian yang dikembangkan pada masing-masing satuan PLS
2. Kondisi pembelajaran pelatihan pada satuan PLS sebelum implementasi model pembelajaran pelatihan terpadu, belum menunjukkan hasil yang optimal. Ketidakberhasilan ini ditandai dengan kualitas produksi dan harga yang belum dapat bersaing. Data ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran pelatihan belum berhasil memajukan sebagian besar anggotanya. Penyebabnya adalah proses pelatihan keterampilan teknis dan pengelolaan usaha, belum memadai untuk memberikan bekal kepada peserta didik sebagai tenaga kerja produktif.
3. Model pembelajaran pelatihan terpadu pada satuan PLS adalah suatu proses pembelajaran pelatihan yang memadukan berbagai komponen pembelajaran. Komponen tersebuat antara lain nara sumber teknis, materi pembelajaran, proses penyajian materi pembelajaran, metodedan evaluasi pembelajaran. Nara sumber teknis atau instruktur melibatkan para pihak yang memiliki keterkaitan dengan jenis keterampilan dan usaha yang ditekuni peserta didik. Narasumber teknis berasal dari unsur penyelenggara, dunia usaha, industri dan unsur lainnya.
4. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada aspek pengetahuan dan keterampilan pembuatan produk, pengelolaan usaha, pengembangan karakter kewirausahaan, kemandirian peserta didik dan adanya manfaat dari hasil Pelatihan Bidang Kesehatan dan KBU sebagai satuan PLS bagi para peserta didik. Peningkatan tersebut diketahui dengan membandingkan hasil evaluasi sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran terpadu, pada tahap pelatihan dan pemagangan.

F. TANGGAPAN
Satuan pembelajaran pada Pendidikan Luar Sekolah yang melengkapi kegiatan persekolahan yaitu seperti; kursus, lembaga pelatihan, program paket, majlis ta’lim, PKBM, dan lain sebagainya memberi peluang untuk siapa saja yang tidak terjamah oleh sistem persekolahan yang memiki persyaratan usia, untuk siapa saja yang pernah drop out tanpa mementingkan latar belakang pendidikan dan ekonomi seseorang.
Pembelajaran pada lingkup Pendidikan Luar Sekolah menekankan pada pembelajaran sepanjang hayat, dimana setiap orang dari berbagai kalangan dan usia dapat melakukan pembelajaran sepanjang hayatnya tanpa harus merasa tertekan dan terbebani.
Pembelajaran pada Pendidikan Luar Sekolah salah satunya yaitu pembelajaran orang dewasa pada institusi terkait yang membelajarkan orang-orang dewasa agar menjadi pribadi yang cakap dan mampu berwirausaha bahkan memiliki pegawai sehingga bermanfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain.
Pembelajaran atau disebut juga dengan pelatihan menuntut pendidik dan peserta didik dapat memotivasi dan termotivasi dengan baik agar kualitas output yang dihasilkan pada suatu pelatihan atau pembelajaran akan menjadi baik, sehingga Pendidikan Luar Sekolah tidak lagi dipandang sebelah mata oleh khalayak ramai.
Namun yang terjadi pada dewasa ini adalah hal yang tidak kita inginkan, proses pembelajaran yang tidak memiliki perubahan dari waktu ke waktu membuat luaran dari pembelajaran dan pelatihan pada program PLS menjadi tidak begitu diminati bahkan terkesan ketinggalan.
Selain itu, proses pembelajaran seperti metode dan taktik belajar pun menjadi faktor penentu berkualitas atau tidaknya output pelatihan yang dihasilkan. Pada artikel ini penulis mencoba menerapkan sistem pembelajaran terpadu. Terdapat delapan dari sepuluh desain kurikulum dan pembelajaran yang ada pada satuan PLS. Kedelapan desain kurikulum dan pembelajaran tersebut adalah desain connected,nested, sequenced, shared, webbed, integrated dan immersed , networked. dua desain kurikulum dan pembelajaran yang tidak termasuk dalam satuan pls bukan berati diabaikan, karena desain kurikulum dan pembelajaran fragmented dan threaded, telah terliput di dalam connected dan networked.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, Hasil ujicoba menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada aspek pengetahuan dan keterampilan pembuatan produk, pengelolaan usaha, pengembangan karakter kewirausahaan, kemandirian peserta didik dan adanya manfaat dari hasil Pelatihan Bidang Kesehatan dan KBU sebagai satuan PLS bagi para peserta didik. Peningkatan tersebut diketahui dengan membandingkan hasil evaluasi sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran terpadu, pada tahap pelatihan dan pemagangan.
Hasil ini bisa dijadikan referensi bagi para pendidik pada Pendidikan Luar Sekolah yang menjadi pendidik pada tiap-tiap pelatihan untuk dapat menerapkan pembelajaran terpadu agar luaran yang dihasilkan dapat berkulitas dan mampu bersaing dengan yang lain.








DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I. (1995). Metodologi Pembelajaran Pada Pendidikan Orang Dewasa. Bandung :Cipta Intelektual

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education). Bandung : Alfabeta.

Balitbang, Depdiknas. (2006). Model-model kurikulum integrasi pendidikan kecakapan hidup pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: PUSKUR Balitbang Depdiknas.

Bogdan, R.C. dan Biklen, S.K. (1992). Qualitative Research for Education : An Introduction toTheory and Methods. Boston : Allyn and Bacon.

Cropley, A.J. (1978). Lifelong Education : A Psychological Analysis. Oxpord : Pergamon Press.

Depdikbud. (1994). Metode dan Teknik Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Direktorat Dikmas.

Dit. Diknas. (1987). Petunjuk Teknis Program Paket A dan program Kejar Usaha. Jakarta :Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjen Diklusepora Depdikbud.

Ditjen PLSP. (2004). Pedoman Penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills) pendidikan nonformal. Jakarta: Ditjen PLS.

Fogarty, Robbin. (1991). How to Integrated the Curricula. IRI/Skylight Publishing, Inc,Palatine: Illions.

Gall, M.D., Gall, J.P. dan Borg, W.R. (2003). Educational Research : An Introduction. SanFransisco : Pearson education.

Joyce, B. dan Weil, M. (2000). Models of Teaching. Boston : Allyn and Bacon.

Kindervatter, S. (1979). Non Formal Education : As An Empowering Process. New York :Printers in The United stated of America.Knowles.

M.S. (1977). The Modern Practice of Adults Education : Andragogy Versus Pedagogy. Chicago : Association Press.

Mappiare, Andi. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya : Bumi Aksara.

Mustofa, Kamil. (2002). Model Pembelajaran Magang bagi Peningkatan Kemandirian Warga Belajar. Disertasi. Bandung : PPS UPI.

Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Silverman, d. (1995). Interpreting Qualitative Data. London : SAGE Publications.

Smith, Rober M. (1982). Learning How to Learn : Aplied Theory for Adults. Chicago : Follett Publishing Company.

Soedomo. (1989). Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pembangunan Sistem Belajar Masyarakat .Jakarta : P2LPTK.

Srinivasan, Lyra. (1979). Perspective on Nonformal Adult Learning. Bandung : BPKB Jayagiri.(Terjemahan).

Sudjana, Djudju. (2001). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan Falsafah Teori Pendukung dan Azas. Bandung : Nusantara Press

-------- (2000). Manajemen Program Pendidikan. Bandung : Falah.

Wentling, Tim. (1993). Planning for Effective Training : A guide to Curriculum Development .Roma : Food and Agricultural Organization of The United Nations.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar